Ticker

6/recent/ticker-posts

“The Living Professor” (Mengenang Wafatnya Prof. Dr. Djakfar Siddik)

By: M. Ridwan

“Tugasku Sudah Kuselesaikan. Esoklah baru sama-sama kita saksikan” (Prof. Djakfar Siddik)

Berita menyedihkan datang di hari Minggu kemarin. Professor Djakfar Siddiq telah berpulang ke rahmatullah, setelah beberapa berjuang menghadapi sakit yang dideranya. Di jagat online dan offline, kita mengenalnya dengan panggilan Pakcik Djakfar atau Pakcik Jas.

Sebagian lain memanggilnya dengan Bang Jas. Sebutan itu sekaligus menunjukkan bahwa beliau menyabet dua karakter, yaitu berjiwa muda dan berilmu, kendati umurnya juga sudah tidak muda lagi.

Kematian selalu menjadi misteri, sampai akhir masa. Kapan, dimana dan bagaimana kematian menghampiri seseorang takkan pernah diketahui, kecuali oleh Allah, Sang Pencipta Kehidupan dan Kematian itu sendiri. Manusia hanya menerima dan memaknainya saja. Harusnya pula, ia menambah kebaikan, kebaktian untuk Tuhan dan kemanfaatan untuk kehidupan. Seperti yang terjadi kepada Pakcik Djakfar kemarin.

Pakcik Jas adalah sosok fenomenal. Semua yang mengenalnya pasti mengatakan hal serupa. Meski umurnya telah menginjak 65 tahun, namun jangan ditanya betapa antusias dan enerjiknya ia jika berdiskusi dan membedah ilmu.  Apalagi di dunia maya khususnya Facebook. Selalu saja hari-hari fans beliau menjadi hidup dengan status “bergizi” yang ia tulis. Seolah ia punya energi Lebih yang tak habis-habis ketika menuliskan satu persatu status di FB nya itu. 

Saya adalah salah satu “penikmat” tulisan beliau. Pokoknya, kalau ia memposting sebuah tulisan, pastilah akan tuntas kubaca.

Tulisannya unik dan dikemas sangat menarik. Tidak menggurui padahal padat makna. Tidak menghujat padahal ada sindirian halus. Tidak memihak kendati pembaca mungkin tak sabar menunggu.

Para pembaca dibawa entah ke mana saja. Terkadang ke masa lalu bak nostalgia, lengkap dengan photo hitam putih dan suasana tempo doeloe yang kental.

Terkadang ia membawa kita mengamati dunia binatang dari persepektif “out of box”, unik dan  tidak “terkolamkan” seperti yang ia pernah katakan. Sentilan sosial politik terkadang masuk di dalamnya, namun tak seorangpun yang merasa tersinggung. Ia membngkar nalar pembaca dengan bahasa santun. Saya sering berpikir, kapan ya seorang Pakcik mendapatkan ide dan menyelesaikan sebuah tulisan ya?.  Tiba-tiba saja halaman FB kita disuguhkan beragam tulisan yang kaya dan bernas dairnya.

Pakcik Jakfar adalah sosok akademis tulen yang memberikan kontribusi besar ke masyarakat melalui karya dan petuahnya.

Kiprahnya sudah dilakoni sejak puluhan tahun lalu. Ia pernah menjadi Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam di Padang Sidempuan, Pembantu Rektor IAIN, dan tentunya Guru Besar di bidang Pendidikan, UINSU Medan.

Pakcik, banyak makan asam garam kehidupan dengan latar belakang pendidik yang mumpuni.

Saya pernah bergabung dengannya dalam Tim Awal Konversi IAIN SU Menjadi UINSU –kalau tak salah sekitar tahun 2005 lalu-. Saat itu, beliau dipercayakan oleh Rektor IAIN, Prof Yasir Nasution menjadi Ketua Tim. Buah tangannya dilanjutkan pada periode selanjutnya dan berbuah manis dengan keluarnya SK UINSU di akhir tahun 2014 lalu.

Dari situ, saya mengenalnya sebagai sosok yang ramah dan pekerja keras. Hobbinya di bidang komputer juga semakin mendukung proses distribusi ilmu ke khalayak. Saya selalu merasa “kurang” jika mendengarkan pengalaman hidup yang ia ceritakan. Ada lucu dan humor namun penuh pesan.

“Ridwan, tak semua masalah dunia dapat kita selesaikan semasa kita hidup”, demikian ungkapan yang sering diucapkan ketika ia menanggapi suatu problem. Dan, biasanya, ia menyampaikannya dengan tersenyum atau  “terkekeh” terutama ketika melihat saya sedikit protes. Uniknya, ia selalu memiliki waktu untuk meladeni, apapun yang ditanyakan. Luar biasa.

Di tangan seorang Pakcik, apapun terlihat menjadi “menarik” dan “bermakna”. Ia selalu mampu melihat keunikan sesuatu. Alhasil, tulisan yang dikemasnya juga “Beyond imagination” di luar jangkauan kebanyakan orang.

Lihat saja judul tulisannya yang menggelitik seperti  1. Madu Palsu --- Lebah yang tersesat, 2. Bila Rumbia Sudah Berbuah---Tak kan berbuah Kedua Kalinya, 3. Puak Labu --- Koq labu yang dikorbankan, 4. Kucing oh kucing, 5. Perangkap tak berumpan --- Ada juga pelanduk yang mau masuk, 6. Tahul-Tahul --- Tak kujumpai lagi di desaku, 6. Begitulah mereka --- ‘Sian na jolo’ memang sudah demikian”, 7. Antara tuhan dan Tuhan --- Hati-hatilah, dan ratusan tulisan lainnya. 

Saya yakin, semua yang membaca tulisannya pasti penasaran, apa sebenarnya pesan yang hendak iya sampaikan. Dari berbagai komentar orang terhadapnya, tak satupun yang menyangkal bahwa ia memang piawai melukiskan sesuatu dengan kata dan tulisan. Pesannya sampai ke hati dan kepala. Sangat layak ditiru apalagi bagi orang yang kadung “merasa terpelajar”, “pintar” dan hebat. Pakcik tidak melakukan itu.

Saya berandai,
Sekiranya umurnya panjang. Entah berapa ribu cerita tentang dunia yang akan ia torehkan. Entah berapa ribu keunikan logika yang ia tampilkan. Dan entah berapa hikmah yang akan ia tebar di persada dunia.

Tak salah pula, jika saya menyebutnya dengan “The Living Professor atau Professor Yang Selalu Hidup” meski raga telah tiada namun karya Professor Djakfar nyata memberikan dampak atau “asar” tidak hanya bagi UINSU namun juga masyarakat banyak. Wafatnya Sang Pencerah ini merupakan kehilangan besar bagi publik Sumatera Utara khususan bagi Keluarga Besar UINSU Medan.

Selamat Jalan Pakcik. Allah lebih menyayangimu. Jiwamu akan selalu bersama kami. Anak, murid, sahabat dan pengagummu.

Kami bersaksi bahwa “asar” (bekas) yang engkau torehkan bagi kami begitu indah dan membekas.
Benar, engkau memang telah menyelesaikan tugasmu yang mulia, sebagai pendidik dan pencerah umat. Izinkan, kami meneruskannya. 

Pakcik, kami bersaksi bahwa engkau adalah orang baik dan bermanfaat bagi umat. Moga Allah menempatkan engkau ke dalam golongan hamba-Nya Terkasih.  Amin Ya Allah.

“Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh). QS. Yasin (36) : 12”

Post a Comment

0 Comments