Ticker

6/recent/ticker-posts

Tears of The World: Ketika Nasib Dunia Di Tangan Si Zalim

By: M. Ridwan


Saya ibarat menyaksikan film Tears of The Sun ketika membaca berita pelarangan imigran dari negeri muslim masuk ke Amerika. Film ini dibintangi oleh Bruce Wilis dan dirilis tahun 2003. Kisahnya tentu saja fiksi yaitu tentang perjuangan heroik sepasukan Navy US dalam menyelamatkan para pengungsi di Afrika. Awalnya sih, mereka hanya bermaksud menyelamatkan seorang warga negara Amrik yang sedang menjalankan misi kemanusiaan. Namun, hati nurani mereka menjadi luluh menyaksikan betapa kejamnya peperangan dan betapa menderitanya para pengungsi yang dibunuh, dan disiksa para pemberontak. Sehingga, misi merekpun akhirnya mengikuti hati nurani, yaitu berperang melawan pemberontak demi menyelamatkan para pengungsi yang terzalimi tadi.

Namun, lain film lain kenyataan.
Apa yang dilakukan Donal Trump dengan melarang para pengungsi, imigran dari 7 negara muslim, justru menunjukkan bahwa presiden Amrik yang baru ini tidak memiliki hati nurani. Mungkin dalam pikirannya, "peduli amat dengan pengungsi, mereka adalah biang kerok". Setahu saya, orang yang suka risih dengan orang lain apalagi membencinya pasti sedang terkena penyakit hati. Masalahnya, sebelum orang berpenyakit hati itu dihancurkan Tuhan atau hancur dengan sendirinya, biasanya tindak tanduk mereka memakan korban dulu.

Korban dari kebijakan si Donal sudah terlihat. Jangankan warga negara lain, bahkan warga Amerika yang sedang berada di luar negeri terancam tidak bisa kembali ke Amrik. Ada anak yang terpisah dari ibunya. Ada pula para keluarga yang tercerai berai karena pelarangan itu. Pokoknya, kebijakan si Donald bukan Amerika banget. Paranoid, jadul dan melanggar Konvensi Jenewa yang justru memerintahkan negara-negara dunia menampung para pengungsi korban perang.Tapi, si Donald memang tidak peduli.

Makanya, judul artikel saya adalah Tears of The World "Air Mata Dunia" karena apa yang kita saksikan di Amerika saat ini bukan hanya bisa meneteskan air mata matahari, namun juga air mata seluruh penghuni planet ini. Kalaulah si Donald ini bukan presiden Amerika, no problem. Masalahnya, ia kini adalah presiden negeri terkuat di dunia. Di tangannya ada power yang sangat besar. Dia bahkan bisa memerintahkan perang nuklir yang bisa menghancurkan planet ini. Bukan hanya negerinya sendiri. Makanya, cukup beralasan, jika warga Amerika pun menolak kebijakan sang presiden yang nyentrik yang kelihatan suka melawan arus ini.

Memang ada sih, beberapa pihak yang mengatakan bahwa terlalu dini menyimpulkan bahwa apa yang dilakukan oleh Donal Trump adalah salah. Mereka berpendapat, bahwa sudah merupakan hak Amerika untuk melakukan kebijakan ini. Artinya, sah-sah saja Amerika melindungi negerinya dari ancaman atau bahaya yang mungkin akan datang. Sayangnya, argumen ini ditolak mentah-mentah dari pihak yang menolak. Menurut mereka, Donald Trump bertindak tidak adil. Negara muslim lain seperti Arab Saudi, Kuwait atau Turki justru tidak mendapatkan pelarangan ini. Wajar mereka berprasangka buruk, bahwa si Donald hanya membidik negara yang tidak memiliki hubungan bisnis dengan Amerika seperti Irak, Iran, Libya, Suriah, Sudan, Somalia dan Yaman. Mereka dianggap produsen teroris dunia. Sayangnya, aksi ini sudah terbaca sebagai gerakan anti muslim karena justru USA sedang mempertimbangkan menerima pengungsi dari Suriah yang bergama Kristen saja. Sudah jelas bukan?

Dan, kebijakannya tentu melahirkan reaksi berantai. Iran, sebagai salah satu negara yang mendapatkan "hadiah" pelarangan ini mulai membalas. Negeri Persia ini pun melakukan hal yang sama, melarang warga Amerika mengunjungi negara mereka. Beberapa selebriti USA melakukan protes dengan menghapus aplikasi Uber yang dianggap menyokong kebijakan pemerintah USA. Di Inggeris, ribuan masyarakat juga menyerukan supaya ada aksi boikot produk Amerika. Belum lagi Badan UNHCR PBB yang secara nyata mengutuk larangan ini. Amerika dianggap berindak rasis dan diskriminatif. Tapi, apakah suara mereka didengarkan? Ngak tuh, Presiden yang sombong ya...

Berbarengan dengan itu, aksi kebencian kepada muslim juga meningkat. Sebuah mesjid di Texas dibakar habis. Saya yakin pelakunya mungkin merasa mendapat angin segar dan pembenaran atas aksinya karena presidennya juga menunjukkan kebencian yang sama. Na'uzubillah.

Saya merenung.,,We are at the end of the world story. Kita berada di penghujung cerita dunia.
Manusia di atas bumi ini memang mudah sekali bertindak tidak rasional. Alih-alih menyatakan dirinya sebagai makhluk berbudi, namun justru emosi dan pikiran negatif lah yang menjadi pemimpin. Alih-alih berupaya untuk mendamaikan dunia, namun peperangan dan permusuhan yang lebih banyak dipilih. Si Donal adalah contohnya.

Apa hikmahnya dari peristiwa ini?
Kendati sebagian besar kita sedang dilanda kemarahan. Namun, saya mengatakan bahwa tetap ada hikmah di balik peristiwa ini. Tindakan si Donal Trump harus membuka mata kita bahwa umat Islam memang harus bersatu padu. Negara-negara muslim harus menunjukkan kewibaannya. Jangan ada perpecahan dan sibuk sendiri lagi. Selain itu, kita harus tetap menunjukkan citra dan kenyataan bahwa Islam dan umatnya adalah agama yang damai dan mendamaikan.

Apakah kita mampu?. Entahlah. Yang saya tahu, saat ini kaum muslimin mudah sekali terpecah belah. Masing-masing kita suka enjoy dengan diri masing-masing. Kita sibuk mengejar materi, meningkatkan nafsu hedonis dan saling menjatuhkan. Hati kita mudah panas dan gemar mencari musuh sesama umat.

Sampai kapan ini berakhir?. Wallahu a'lam.
Yang jelas, saya menyambut baik ketika Koperasi Syariah 212 diluncurkan. Idenya mulia yaitu  membuat umat Islam menjadi kuat secara ekonomi dan hati. Biar ada power dan tidak menjadi buih atau makanan yang diperebutkan. PErsatuan produktif dan memberdayakan itu sudah mulai menunjukkan hasil.

Saya yakin kita mampu menunjukkan kebesaran dan kewibaan umat ini. Tentunya dengan tidak pula meniru apa yang telah dilakukan oleh Si Donald Trump. Saksikan kami ya Allah. Wallau a'lam.


 
 


Post a Comment

0 Comments