Ticker

6/recent/ticker-posts

New Year New You: Dunia Seperti Apa Yang Ingin Kita Wujudkan?



Oleh: M. Ridwan

Kita sudah berada di tahun 2016. Hampir sebulan. Rasanya, masih tergiang gegap gempita manusia di planet bumi ini ketika memperingati pergantian tahun ini. Katanya, jutaan resolusi telah digaungkan saat itu. Resolusi untuk lebih baik di tahun 2016. Mudah-mudahan terwujud.

Kendati, kondisi dunia secara kasat mata, mungkin terlihat semakin semrawut. Terutama jika dilihat dari perspektif politik, ekonomi dan keamanan. Perang yang terus berkecamuk dan jutaan pengungsi yang menyelamatkan diri tanpa kepastian, bisa menjadi salah satu indikator kesimpulan ini. Bahkan, di awal tahun 2016, benih-benih peperangan baru juga mulai muncul. Katakanlah, ketegangan Arab Saudi dan Iran yang menunjukkan eskalasi yang mengkhawatirkan. Demikian juga Korut dan Korsel. Belum lagi cerita tentang isu terorisme yang seakan mati satu tumbuh seribu. Katanya sih, ada yang salah dengan penangangan terorisme dunia.

Bara dendam dan marah yang terpendam di benak manusia modern saat ini, sangat mudah disulut menjadi api dan perang. Mengerikan, karena ternyata potensi perang ini justru membuat negara-negara lain juga menjadi “gatal tangan” untuk terlibat atau bahkan menjadi “pahlawan kesiangan”. Kondisi ini disebut bisa disebut “proxy war”, yaitu perang yang menggunakan orang lain.

Manusia senang sekali berperang, entah itu atas nama ideologi, kepentingan ekonomi atau politik, atau sekedar bersenang-senang. Lho? Memang ada?. Bisa jadi. Jangan silap. Saya sedang tidak terpengaruh dengan film Lord of The War yang dibintangi Nicolas Cage ya,,hehehe. Sudah nonton belum? J Ceritanya tentang bisnis senjata yang memang hanya bisa berkembang jika perang terus berkecamuk. Kalau tidak ada perang, mana mungkin senjata-senjata itu laku keras di pasaran. Masuk akal juga ya.

Dulu, para malaikat khawatir sekali dengan potensi “mematikan” yang dimiliki manusia ini. Mereka mewanti-wanti Tuhan. Meskipun, referensi yang digunakan malaikat, saat itu, kata sebagian ulama, bukan dari pengalaman manusia tapi dari peperangan dan pertumpahan darah para jin, namun ternyata kekhawatiran malaikat itu agaknya terbukti saat ini, bukan?.

Sebaliknya, bagi para Iblis dan para syetan, kondisi ini sangat disyukuri. Ini semacam leverage bagi mereka. Kecendrungan ini menjadi pintu masuk utama untuk menghancurkan manusia. Buktinya, anak manusia pertama Adam yaitu Qabil menunjukkan betapa manusia memang mahluk yang tega dan bringas. Manusia pembunuh pertama di muka bumi adalah anak manusia mantan penghuni surga. Siapa dulu Iblis…

Bukan hanya peperangan fisik. Peperangan dan konflik non fisik juga terjadi. Misalnya, konflik dan perang ekonomi. Katakanlah kekhawatiran akan hegemoni ekonomi negara-negara maju atas negara-negara berkembang atau terkebelakang. Kendati, negara-negara maju tentu tidak bisa hidup tanpa “bantuan” negara lain. Namun, kata “hegemoni” itu menakutkan, apalagi ketika negara-negara maju dan kuat   akhirnya cendrung mengekploitasi atau bahkan “menjajah”, dengan gaya baru. Kolonialisme gaya baru, bro.

Oh ya, untuk konteks Indonesia, saya terkesima saja ketika Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan bahwa Indeks gini ratio yang menunjukkan kesenjangan antara pendapatan kaya-miskin justru telah melebar di level 0,43. Ini cukup menunjukkan bahwa ada masalah kemiskinan yang meningkat di Indonesia. Lho..?

Perang pikiran juga layak menjadi perhatian kita. Ini disebut pyshco war. Perang pikiran atau kejiwaan. Jangan dikira, keseragaman pikiran manusia saat ini dalam bertindak, atau berkata bukanlah hasil produk hegemoni suatu pikiran, iya kan?. Kalangan aktifitas Islam sering menyebut hal ini Ghazul Fikr (Perang Pikiran). Kendati sering dianggap angin lalu dan terlalu mengada-ada, tapi saya yakin memang benar adanya.

2016, Tahun Penuh Harapan atau Malapetaka?

Saya kira, ketika memasuki tahun 2016 ini, layak dipertanyakan mengenai dunia seperti apa yang hendak kita ingin wujudkan?. Dunia yang makmur, aman dan sentosa. Lalu, Lalu bagaimana cara mewujudkannya?

Hehe, pertanyaan di atas klise banget. Jangankan orang tak terkenal seperti saya, orang sekaliber Sekjen PBB saja kebingungan memberikan resep cara mewujudkannya. Buktinya, kendati PBB ada, namun tetap saja peperangan dan konflik semakin meruncing. Meski PBB terus bersidang, tetap saja negara-negara kuat berani menginjak negara-negara lemah. 

Apakah kita tidak perlu PBB? Wah, wah, saya tidak dapat juga membayangkan dunia ini akan menjadi seperti apa jika PBB justru dibubarkan.

Lalu, dunia seperti yang kita inginkan?

Hmm. Tentu saja, kita ingin yang sempurna. Dunia tanpa kepedihan, peperangan dan kemiskinan. Dunia penuh cinta damai dan menentramkan. Dunia yang diberkahi Tuhan dan penuh kasih sayang. Dunia sempurna sampai ke anak cucu nanti. Saya yakin, kita semua menginginkan dunia seperti itu bukan?

Lalu, bagaimana cara mewujudkannya menurut versi saya dan blog ini?

Hehe, saya juga tidak tahu. Tapi, kalau menurut versi para sufi, kesempurnaan itu bisa diwujudkan dalam dunia ruhani kita. Kesempurnaan nilai-nilai ruhani atau spiritual. Kita mesti memenangkan pepeperangan melawan hawa nafsu angkara, terlebih dahulu, untuk kemudian memenangkan peperangan di dunia nyata.

Wujud dari kesempurnaan ruhani ini mungkin bisa dimanifestasikan dalam bentuk ketenangan ruhani dan kebijaksanaan dalam bertindak, entah itu berpikir, berkata, atau bertingkah laku.  

Saya kira benar juga.

Jadi dalam bayangan saya, ketenangan itu akan melahirkan sikap optimis dalam menghadapi segala peristiwa yang terjadi. Misalnya nih, dalam menyikapi kekhawatiran ekonomi, apakah itu ancaman kemiskinan, inflasi atau mungkin ketika dihadapkan pada kebijakan ekonomi regional  atau internasional. Kita harus bijaksana, strategis dan rasional. Misal, tidak dengan mengatakan “jangan terlibat dengan perdagangan bebas!,  AFTA, MEA atau TPP”. Tidak sesederhana itu. Kita sudah terlanjur hidup di kampung kecil bernama bumi ini.

Kita juga harus bijaksana dalam mengumbar jargon apa yang kita sebut “kebebasan” atas nama berpendapat, berkata atau mengeluarkan ide dan pendapat. Kalau ternyata apa yang kita sampaikan dan lakukan itu melanggar kebebasan dan hak orang lain. Itu namanya keterlaluan, konyol dan menjajah. Kita tidak bisa semena-mena bertelanjang ria di tengah orang yang berpakaian hanya dengan alasan bahwa ini tubuhku, ini kulitku, dan aku bebas memamerkannya atau tidak. Ini sama saja dengan kita berteriak dan bernyanyi pada jam 1 malam di lingkungan perumahan kita dan lantas mengatakan, “Ini suaraku, ini speaker-ku dan aku bebas menggunakannya. Bisa-bisa, tetangga akan melempari rumah kita atau melaporkan kita ke polisi. Mungkin saja ada tetangga yang membawa kita ke rumah sakit jiwa. Hehehe..

Tapi inilah dunia. Hadapi saja dengan optimis, dan cool. Minta tolonglah dengan sabar dan sholat, kata Alquran. 

Saya setuju dengan para sufi itu. Kesempurnaan yang kita butuhkan pastilah kesempurnaan ruhani. Ini harus dimulai dari –seperti kata Aa Gym- diri sendiri. “Kita adalah raja atas kerajaan ruhani kita,” kata Rumi. “Atau kuasailah hatimu”, kata Ibn Arabi.Kesempurnaan ini yang dibutuhkan ketika kita secara sendiri-sendiri nanti meninggalkan dunia ini. Apakah dunia realita menjadi sempurna? Tentu saja. Realita dunia itu sempurna bagi yang telah menyempurnakan potensi ruhani, demikian sebaliknya. Urus saja dulu dunia ruhanimu," kata Al-Ghazali. Iya deh.

Welcome to 2016.
New Year New You. Why Not?. May Allah Bless Us. Ameen







Post a Comment

3 Comments

  1. Saya mau dunia yg lebih tentram pak..hehe

    ReplyDelete
  2. Saya mau dunia yg lebih tentram pak..hehe

    ReplyDelete
  3. Tentramkan dulu hati kita Dedi, insyallah, dunia jadi semakin indah,,,,:)

    ReplyDelete