Ticker

6/recent/ticker-posts

Ustad Somad: Antara UIN dan Wibawa Ilmu

By:  M. Ridwan

Siapa yang tidak kenal Ustaz Abdul Somad?. Da'i sejuta umat asal Riau ini sangat digemari umat. Retorikanya khas dan penguasaan ilmunya dalam. Lihat saja ceramahnya di youtube dan media elektronik. Konten ceramahnya yang mampu mengakomodir lintas mazhab selalu diminati masyarakat.

Namun, mungkin segelintir saja yang tahu bahwa ia adalah dosen Universitas Islam Negeri Syarif Kasim Riau, PNS pula. Universitas Islam yang dulunya adalah IAIN ini pasti kecipratan berkah atas pamor salah seorang dosennya yang cerdas dan mengayomi, dengan tampilan sederhana lagi.

Saya bersyukur bahwa ustaz Somad muncul. Ia mampu menjadi pelipur asa masyarakat akan sosok pendidik dalam arti sebenarnya. Ilmu yang dalam, dan gaya yang khas. Sosoknya, tentu akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi bernama UIN yang ada di Indonesia, bukan?

Saya kira, sosok seperti Ustaz Somad juga dimiliki UIN lainnya di Indonesia.UIN tentunya sangat berpengalama  dalam mengembangkan kajian keislaman. Seperti tafsir, hadis, atau hukum Islam. Selain ilmu umun. Tentunya, mereka didukung oleh dosen-dosen sekaliber Ustaz Somad. Kalau mau bukti, silahkan saja kunjungi fakultas-fakultas agama yang ada di UIN di Indonesia, insyallah, sosok-sosok seperti Ustaz Somad akan mudah ditemukan.

Makanya, saya mengatakan bahwa fenomena Ustaz Somad itu berhasil meneguhkan kembali eksistensi perguruan tinggi Islam dalam menyahuti kebutuhan masyarakat terhadap materi agama yang santun, komprehensif dan sejuk. Ustaz Somad berhasil memenuhi hal ini.

Ke depan, peluang ini harus diambil, oleh UIN-UIN di Indonesia. Saatnya, citra UIN ditegaskan kembali sebagai kampus kepercayaan umat yang mengintegrasikan Islam dan ilmu.

Cobaan terhadap UIN di Indonesia tentu tidak sedikit. Label dan stigma mayarakat terkadang ada dan biasanya melewati fakta. Contohnya, isu sekuler dan liberal yang sering dituduhkan banyak pihak. Saya pernah mendapatkan pertanyaan, apakah di UIN diajarkan sekuler dan liberal? Masyallah,,mungkin di Jaman Old ya..?

Tapi, tuduhan ini tentu bukan tanpa alasan. Secara kasat mata, beberapa oknum di kampus UIN di Indonesia, memang ada yang terang-terangan mengklaim dirinya sebagai JIL atau simpatisannya, meski jumlahnya sangat tidak signifikan jika dibandingkan total insan akademis di sebuah UIN, saya berani mengatakan itu. Terlebih ketika berbagai prodi dan fakultas umum didirikan. Pergeseran wacana lebih banyak diarahkan kepada upaya islamisasi ilmu ketimbang mengembangkan paham-paham sekuler dan liberal yang semakin miskin peminat. Capek deh. Silahkan survey saja kalau tidak yakin.

So, ustaz Somad itu menjawab asa sebagian besar insan akademis di Indonesia, bahwa kampus Islam bisa menjadi tempat pengaduan berbagai hal di masyarakat. UIN tidak liberal lho. Buktinya Ustaz Somad saja dosen di UIN. Artinya, kampus Islam masih setia mengemban amanah keilmuan dan keislaman yang kuat. Malah semakin mantap.

Saya mengakui sih, beberapa titik nila tetap bisa ditemukan. Selalu saja ada produk "menyimpang" dari produk utama. Orang-orang nyeleneh selalu ada. Misal, di sebuah kampus UIN di Jawa, ada spanduk bertuliskan "Tuhan Telah Mati" atau ketika ada seorang dosen yang mencoba berkreasi dengan langgam Alquran versi jawa-nya. Namun, ibarat kata pepatah Arab, An-Nadir kal a'dam. Yang ganjil itu dianggap tidak ada. Saya yakin ide-ide seperti ini pelan namun pasti akan sepi peminat bahkan mati. Sudah terbukti.

Sayangnya, oknum-oknum yang nadir ini biasanya memang lebih mudah diingat. Mengencingi sumur zam zam itu pasti akan membuat seseorang terkenal, bukan?

Justru disinilah tantangannya. Kampus Islam seperti UIN dan IAIN dimana pengelola dan dsennta harus bisa menangkap trend atau demand masyarakat. Masyarakat ngak suka yang aneh-aneh, penuhi saja deh. Kalau mau bertengkar dengan pikiran, silahkan saja di lab masing-masing. "Jangan diekspos, umatnya nanti resah. Cukup dirimu dan Tuhan yang tahu," kata seorang dosen senior.

Jika hal ini tidak berhasil dipenuhi, artinya, mau suka-suka dan melawan trend, maka jangan salahkan masyarakat jika mereka memilih sumber ilmu secara instan dan lebih responsif. Jangan "kecewa", jika masyarakat lebih memilih guru karbitan yang mungkin hanya pintar beretorika ketimbang guru beneran namun tak mau menyahuti kebutuhan.

Apalagi jika kejaran sebuah PTAIN hanya sekedar meluluskan mahasiswa dan bukan menciptakan akademisi tulen dan profesional. Maka, bersiaplah, ditinggalkan umat.

Kita berdoa, sosok-sosok seperti Ustaz Somad semakin banyak muncul untuk menunjukkan bahwa PTAIN di Indonesia tetap setia dengan umat. Tentunya, kita berdoa, umat juga mampu memberikan kesempatan kepada kampus-kampus agama untuk memikul tanggung jawab ini dan membuang persepsi buruk yang mungkin ada hanya karena ulah segelintir orang. Berani mencoba?

Post a Comment

0 Comments