Ticker

6/recent/ticker-posts

Hate Speech: Agree or Disagree?


Oleh: M. Ridwan

Surat Edaran Kapolri SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian atau Hate Speech telah dikeluarkan. Saya melihat publik beragam dalam menanggapinya. Ada yang setuju dan tentu saja ada yang kontra. Pihak yang setuju beralasan bahwa memang sudah saatnya edaran ini dikeluarkan mengingat banyaknya para netizen yang menggunakan sosial media tidak pada tempatnya. Berbagai ungkapan makian, fitnah atau provokasi memang dengan mudah kita temukan.
Bagi pihak yang tidak setuju mengkhawatirkan bahwa edaran ini akan mengembalikan negeri ini ke jaman Orde Baru yang membatasi bahkan “memberangus” suara-suara kritis elemen bangsa dalam berekspresi, berpendapat atau menunjukkan ketidaksetujuan.

Lalu, bagaimana seharusnya sikap kita?

Saya mencoba mengutip salah satu strategi jebakan Iblis dengan para setan yang dimuat dalam buku “The Handbook of Iblis” karya DR. M. Ridwan, pemilik blog ini. Dalam halaman 68 diceritakan tentang modus operandi Iblis dan timnya dalam menjebak manusia. Caranya ternyata simple, yaitu dengan dengan menyebarkan kebingungan kolektif di dunia. Dengan adanya kebingungan itu, maka manusia akan mudah dibawa ke sana ke mari.

Lalu, apa hubungan kebingungan dengan Hate Speech?, Apakah kita mesti setuju atau tidak?

Kebingungan kolektif bisa bisa disebabkan dari berita yang tidak benar, hoax, curiga atau bernuansa tendisius. Kita akan bingung dan resah karena beritanya bisa saja menakutkan dan menggelisahkan. Tiada hari tanpa kegelisahan dan kecurigaan.  

Namun, kebingungan kolektif juga bisa terjadi jika berita yang ada bertolak belakang dengan fakta dan kenyataan. Misal, kita mengatakan bahawa bencana yang terjadi itu tergolong kecil padahal kenyataannya korban yang jatuh sudah cukup banyak.

Sebuah ujaran, ungkapan atau ekspresi sangat terpulang kepada masing-masing pribadi.

Ya, kita harus mempertanyakan untuk apa sebuah ekspresi itu diungkapkan. Kita harus bijak menggunakan kata atau tulisan. Niatnya mau apaan sih?. Sebuah kata atau goresan pena  bisa sangat tajam bahkan melebihi tajamnya pisau. Sebuah kata yang diungkapkan bisa menjadi pisau beragam mata. Mencederai, bahkan bisa membunuh. Silahkan baca bagaimana Sekutu menggunakan teknik propaganda ketika memenangkan Perang Dunia II.  

Saya melihat bahwa dunia informasi dan media sosial saat ini sudah demikian berkembangnya. Bahkan, kondisi saat ini melebihi ekspektasi para penemu sarana media sosial sendiri. Perkembangan teknologi informasi saat ini laksana supermarket dengan jutaan produk yang dijual.

Sayangnya, produk yang dipajang bisa saja dalam kategori baik dan halal, namun juga bisa busuk dan haram. Kata orang, bijaksanalah dalam memilih. Kendati saya tidak begitu yakin bahwa para pengguna media sosial saat ini bisa melakukan pilihan cerdas.  

Kalau tidak percaya, silahkan periksa dengan seksama berita-berita yang kita terima setiap hari sejak pagi. Seringnya, berita atau info itu kita sharing atau konsumsi mentah-mentah. Kendati kita mungkin setuju dengan kontennya, namun apakah kita benar-benar mengetahui sumber orisinalitasnya atau kebenaran informasinya?.

Yang sering terjadi adalah pengiringan opini oleh orang per-orang. Kebenarannya bisa saja direka-reka, bahkan bisa dianggap benar jika publik sepakat mengatakan itu benar. Wah, bahaya sekali.

Makanya, di dunia ilmiah, sebuah kebenaran itu harus diuji terlebih dahulu dari berbagai sisi. Perlu diketahui metode pengambilan kesimpulannya termasuk sumber data dan analisisnya. Ribet sekali ya?. Yah, memang harus begitulah jika mau mendapatkan sebuah kebenaran ilmiah.

Nah, dikarenakan proses pencarian kebenaran secara ilmiah itu memerlukan waktu dan proses panjang, maka tidak heran kalau netizen biasanya lebih suka menggunakan shortcut, jalan pintas. Jangankan untuk memverifikasinya dengan metode ilmiah, memverifikasi dengan fasilitas Google saja tidak dilakukan. Oh, ya, Google memiliki fasilitas untuk mengetahui bahwa suatu berita atau gambar itu hoax atau tidak. Masalahnya, ya itu tadi, proses itu kadang merepotkan. Sehingga, dalam pikiran sebagian besar netizen, mendingan langsung di-sharing atau bahkan ditambahkan dengan opini sendiri. Selesai, bukan?. :)

Ternyata, dari situlah masalah muncul. Terutama jika si pembuat berita memang berniat tidak baik. Misalkan untuk memprovokasi atau mungkin pencitraan dan tujuan marketing. Entah menjual produk atau menjual orang. Makanya, sarana internet menjadi tool yang jitu untuk meraih suara termasuk juga untuk menjungkir balikkan citra seseorang.

Hakikat sebuah informasi biasanya netral. Apa adanya. Cuma, kemasan informasi yang berbeda bisa memiliki dampak berbeda. Misalnya, saya menyampakan informasi bahwa ada lobang di sebuah ruas jalan di sebuah kota sehingga harus hati-hati ketika melewatinya. Informasi ini  berguna bagi pengguna jalan lain, dan tentu benar, namun informasi ini bisa juga dikemas untuk mengkritik atau bahkan memprovokasi orang lain untuk mencemooh kebijakan pemerintah kota atau bahkan menumbangkannya. Nah, jadi masalah bukan?.

Negeri kita memiliki sejarah kelam tentang “pemberedelan media” atau pemberangusan “Hak berekspresi”. Namun, era reformasi telah mengubah negeri kita menjadi lebih baik dalam hal berdemokrasdi dan berekspresi.

Saya kira, kearifan kita dituntut sebagai bangsa yang besar ini.
Tidak perlu panik menyikapi Surat Edaran Kapolri. Saya haqqul yaqin, niatnya memang baik. Banyak ekspresi dan tulisan yang saya amati saat ini cukup kebablasan. Menyalahi, etika dan budaya santun Indonesia. Apalagi agama. Sehingga, saya berharap Surat Edaran bisa "lebih mengerem" kebablasan ini.

Namun, saya juga berharap bahwa Surat Edaran itu nantinya tidak akan disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dan berlindung di baliknya. Misalnya, para koruptor, penjarah harta negara, mafia, pemimpin zalim atau individu bermental bobrok yang merasa merdeka untuk bertindak atau sekedar mengekspresikan karakter bejatnya. Tidak ada lagi yang berani bersuara, bukan?
Makanya, saya kira ada baiknya kita berdoa kepada Tuhan seperti yang diajarkan seorang guru kepada saya. “Ya Allah, lindungilah kami dari berita-berita sesat dan menyesatkan, dari manusia zalim yang memanfaatkannya untuk keburukan di negeri kami. Lingdungilah kami dari perasaan resah dan gelisah dan tirani manusia, apapun caranya. Amin.”  

  



Post a Comment

0 Comments