Oleh: M. Ridwan
Kisah keluarga Andun merobek nurani kita. Sang isteri, Iyah
(33) melakukan persis yang dilakukan seorang ibu di jaman Khalifah Umar bin
Khattab. Seperti tertulis dalam sejarah, Khalifah Umar memergoki seorang ibu yang merebus batu untuk menenangkan anaknya yang kelaparan. Sang khalifah akhirnya membawa sekarung gandum dari baitul mal yang dipikulnya sendiri dan memasaknya dengan tangannya. Umar menangis dan menerima dengan ikhlas omelan si ibu yang mempersaahkan Umar bin Khattab (si ibu tidak tahu bhwa ia sedang berhadapan dengan orang yang diomelinya). Umar melarang ajudannya memberitahu dirinya karena merasa bahwa dirinya memang bersalah.
Iyah, juga melakukan hal yang sama. Wanita ini juga merebus batu untuk “mengelabui” anaknya seolah-olah itu adalah
makanan. Ia melakukannya karena memang tidak ada lagi yang bisa dimasak untuk
keluarganya. Dengan suami yang tidak memiliki pekerjaan, pasangan ini rela
tinggal bersama 7 orang anaknya di sebuah gubuk sangat kumuh layaknya –maaf- “kandang
kambing”.
Iyah merebus batu karena pikirannya sangat terbatas untuk mengetahui bagaimana cara memberi makan anaknya. Syukurlah, sebelum “masakan” itu matang sang anak sudah terlanjur tidur. Betapa kasihannya, jika anak-anak tak berdosa itu masih menunggui si ibu.
Saya menduga, mungkin
saja si ibu ini telah melakukan kiat ini berkali-kali. “Mengelabui” anaknya
yang kelaparan teraksa ia lakukan. Saya memastikan, ketika ia melakukan itu,
pastilah ia menangis dan merasa betapa ia dan suami tidak mampu menjadi orang
tua yang layak. Namun, mau bagaimana lagi?. Mereka memang fakir. Mereka berada
dalam kategori di bawah miskin. Menyedihkan, mengiris hati dan juga membuat
kita marah. Mengapa terjadi di negeri yang memiliki tanah luas dan subur ini?
Untunglah, Kapolres Cianjur, Asep Guntur, menjadi pahlawan
keluarga itu. Tanpa tedeng aling-aling, ia bergerak mengumpulkan dana membantu keluarga malang itu. Alhamdulillah, kini keluarga Andun telah memiliki rumah yang layak, pekerjaaan dan makanan untuk keluarga mereka.
Keluarga Andun mungkin telah "selamat", namun bagaimana dengan keluarga Andun dan Iyah yang lain?
Saya kira, tidak sulit untuk menemukan orang miskin di negeri ini. Terserah mau pakai kriteria apa. Mau pakai standar Bank Dunia dengan batasan penghasilan 2 Dollar (67 ribu) per-hari. Atau pakai standar BPS dengan 1 dollar atau seseorang yang berpendapat di bawah 600 ribu perorang. Intinya, orang miskin di negeri ini cukup banyak, bahkan mungkin bertambah..!!
Soalnya, sebagaimana laporan Kompas, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah penduduk miskin
Indonesia pada Maret 2015 sebanyak 28,59 juta orang atau 11,22 persen
dari jumlah penduduk Indonesia. Itu artinya, jumlah penduduk miskin di Indonesia bertambah
dibandingkan pada September 2014 ketika penduduk miskin berjumlah 27,73
juta jiwa atau 10,96 persen dari total jumlah penduduk. Kemudian, dalam
enam bulan, jumlah penduduk miskin telah bertambah sebanyak 860.000
orang. Wow, hebat ya...
Saya tidak akan mempolitisir kemiskinan, apalagi menjadikannya bahan "jualan" politik", sebagaimana yang "katanya" sering dilakukan para politisi. Biarkan saja mereka melakukannya. Biarlah kita menjadi "pemecah masalah" saja. Meniru Umar bin Khattab, atau Pak Asep Guntur Rahayu. Seharusnya, kita "cemburu" kepada mereka karena kita pasti MAMPU melakukannya.
Bagi bangsa ini, Pak Asep itu adalah "asa" yang masih menyala. Harap yang muncul di tengah "bara". Kok, jadi puitis begini, ya?:).
Umar dan Asep hidup di jaman berbeda waktu, wacana dan wahana, kendati menyajikn realita yang sama. Yup, bahwa kemiskinan itu selalu ada bahkan di jaman pemimpin adil sekalipun. Satu-satunya catatan sejarah tentang hilangnya kemiskinan hanyalah pada masa Umar bin Abdul Aziz, penguasa bani Umayyah yang adil. Selebihnya, kemiskinan adalah fakta dan kenyataan yang tak terbantahkan.
Tinggal, bagaimana cara kita meminimalisr kemiskinan dan dampak yang ditimbulkannya. Penyebabnya sendiri beragam. Entah itu karena aspek kultural (budaya, atau etos), ataupun karena mekanisme struktur (ketimpangan, atau karena kesalahan sistem di masyarakat). Tanpa kita sadari, kitalah yang menyebabkan banyak orang menjadi miskin. Dengan kesombongan dan masa bodo yang kita tunjukkan, atau karena sistem yang berhasil kita kutak-katik dengan kecerdasan kita.
Yang jelas, orang mikisn itu menderita, dan sering terhina kendati mereka mungkin tertawa terpaksa.
Syukurlah Asep Guntur ada. Ia menjadi salah satu figur angin pengubah di negeri ini. Wind of change. Berbagai komentar atas perbuatan mulianya mengarah pada satu pesan yang sama yaitu semua berharap akan muncul "Asep-Asep" lain di negeri ini. Harap dicatat namnya "Asep" bukan "Asap" ya :).
Idealnya, munculnya Asep harus diimbangi dengan hilangnya kemikisnan yang sering kita terima sebagai sesuatu "taken for granted" (dianggap biasa, lumrah dan fakta). Ungkapan pesimis yang sering kita dengar, "mana mungkin kemiskinan dihilangkan?. Padahal, kita seharusnya bisa mengatakn hal sama, mana mungkin kemiskinan tidak bisa dihilangkan? Toh, kita adalah manusia akhir jaman yang terkenal cerdasnya. Masak sih, kepintaran kita tidak bisa digunakan mengatasi kemiskinan ini. Syaratnya, satu saja adanya KEMAUAN. Apalagi, bagi muslim negeri ini, semua paham dan hafal luar kepala bahwa Islam hadir untuk mengentaskan kemiskinan. Semua pasti hafal rukun Islam tentang kewajiban zakat . Tapi, kenapa keluarga Andun dan Iyah bisa muncul?. Salah siapa?
Sayup-sayup lagu Iwan Fals dan Scorpion tegiang kembali di telinga ini. Si Iwan menceritakan kisah seorang anak yang lahir dari orang tua miskin. Sedangkan, lagu Scorpion bervisi perdamaian ini sepertinya selalu layak ditelaah pesannya.
IWAN FALS
Reff:
Maafkan kedua orang tuamu
Kalau tak mampu beli susu
BBM naik tinggi
Susu tak terbeli orang pintar tarik subsidi
Mungkin bayi kurang gizi (anak kami)
Galang rambu anarki anakku
Cepatlah besar matahariku
Menangis yang keras, janganlah ragu
Tinjulah congkaknya dunia buah hatiku
Kalau tak mampu beli susu
BBM naik tinggi
Susu tak terbeli orang pintar tarik subsidi
Mungkin bayi kurang gizi (anak kami)
Galang rambu anarki anakku
Cepatlah besar matahariku
Menangis yang keras, janganlah ragu
Tinjulah congkaknya dunia buah hatiku
SCORPION
Take me to the magic of the moment
(Bawalah daku ke dalam keajaiabn waktu)
On a glory night
On a glory night
(pada malam penuh kemenangan)
Where the children of tomorrow share their dreams
Where the children of tomorrow share their dreams
(Ketika anak-anak esok membagi mimpi-mimpi mereka)
With you and me
With you and me
(Dengan dirimu dan diriku)
Take me to the magic of the moment
Take me to the magic of the moment
(Bawalah daku ke dalam keajaiban waktu)
On a glory night
On a glory night
(Pada malam penuh kemenangan)
Where the children of tomorrow dream away
Where the children of tomorrow dream away
(Ketika anak-anak anak-anak esok bermimpi)
in the wind of change
in the wind of change
(Dalam angin perubahan)
0 Comments