Ticker

6/recent/ticker-posts

Food, War and Economy

Oleh: M. Ridwan

Kali ini, saya tertarik berbicara tentang perang. Sejujurnya, saya sangat tidak suka dengan peperangan. Sama seperti Anda, bukan?. Perang selalu membawa kesedihan, penderitaan dan kehancuran. Namun, dikarenakan topik ini selalu menjadi berita dunia, maka tangan inipun tergerak untuk  menuliskannya. Tentu dalam kaitannya dengan ekonomi.

Memang, potensi merusak manusia jauh-jauh hari sudah disinyalir dalam Alquran. Sebutan "fasad" atau "zalim" biasanya dikonotasikan dengan aktifitas tersebut. Biasanya, kata "fasad" (rusak) disandingkan dengan kata "ishlah" (memperbaiki). Allah yang Maha Pencipta menciptakan bumi dengan segala isinya dalam bentuk yang paling indah dan terbaik. Ia juga telah menyempurnakan penciptaan semesta termasuk bumi, dan kemudian memberikannya kepada manusia sebagai pemanfaat bumi. Gratis dan bebas. Eunak tenan ya..:)

So, bumi diberikan kepada manusia dalam keadaan ready to use. Siap pakai dan pasti telah diuji. Segala onderdil, daya tahan, dan masa kadaluarsanya telah dipikirkan dan tentu telah melewati fit and proper test yang sempurna.

Untuk menggunakan bumi, manusia diberikan manual book, tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Manual book itu adalah Alquran. Isinya lengkap, dari mulai asal muasal bumi, Penciptanya, karakter penghuninya, dinamika di bumi, termasuk mau dibawa kemana bumi ini. 

Ibarat mobil, bumi telah melewati serangkaian uji coba, seperti benturan, test kecepatan dan daya jelajah, baru kemudian dipasarkan. Syukurlah, manusia tidak perlu membeli segala fasilitas bumi ini kecuali beberapa fasilitas yang memang manusia sendiri yang men-charge-nya. Mereka merasa lebih berhak karena telah meng-kavling bumi terlebih dahulu. Sah-sah saja kok, asal sesuai dengan manual book bumi tadi.

Seringnya, karena tidak membaca manual book, manusia merasa bingung how to utilise the earth -bagaimana memanfaatkan bumi-. Manusia sering mengabaikannya sehingga kerepotan sendiri men-setir-nya. Sebagian lain, malah mempereteli bumi dan memodifikasinya semau gue saja.

Sayangnya, alih-alih atas nama kreasi dan aktifitas ekonomi, bumi sering dieksploitasi tanpa "belas kasihan". Manusia sering "mengiris", "melukai" bahkan "memperkosa" bumi. Beberapa manusia yang berupaya menyembuhkan dan merawatnya, biasanya kalah cepat dengan akselerasi kegiatan ekonomi.

Mau bukti?
Silahkan pergi ke Riau, Jambi, Palembang atau Kalimantan. Dengan terpaksa, saya menyebut kota-kota itu sebagai "Kota Di Bawah Naungan Asap". Menyedihkan, sekali menyaksikan warga kota-kota itu berjuang hidup di tengah asap. Sekali lagi, itu asap, bukan kabut embun yang segar dan sehat. Saya sering berpikir, apakah kondisi ini tidak bisa diprediksi terlebih dahulu?. Katanya, bencana ini sudah terjadi berpuluh tahun. Lho, siapa yang menjadi keledai sekarang?. Katanya, hanya keledailah yang jatuh di lubang yang sama.

Atau, main-main ke pinggiran sungai Indonesia. Entah itu Jakarta, Medan, atau Surabaya. Saya jamin, kita akan kesulitan membedakan apakah itu tong sampah, TPA,  atau sungai?. Kita mendambakan sungai-sungai yang bersih seperti di Korea, Eropah atau Amrik. Entah sampai kapan, karena kitapun hampir tidak tahu siapa yang akan memulai menatanya.

Atau, rasakan kualitas udara di lingkungan kita -Indonesia lgi-. Tidakkah udara kita semakin buruk dari hari ke hari?. Tegakah kita mewariskan udara berpolusi kepada anak cucu kita nanti?. Saya kira, kita harus belajar dengan negara-negara Eropa yang mulai gemar naik sepeda demi menciptakan udara yang segar dan sehat. Mereka memikirkan anak cucu mereka, lalu kita?

Itu baru dari sisi alam. Manusia juga mengiris bumi dengan polah tingkah tak bermartabat. Manusia terkadang lebih ganas dari singa di padang Afrika, dan lebih tega dibandingkan dengan Aligator di sungai Amazon. Mengapa? Manusia bisa membunuh lebih banyak dari hewan-hewan itu. Lihat, di belahan dunia manapun, entah negeri "kafir" atau muslim. Hampir sama saja. Bakat berperang dan membunuh manusia terlihat begitu jelas. Korbannya, tak terhingga. Siapakah mereka? tentu saja orang yang tak berdayalah yang menjadi tumbal utama. Tanpa saya lanjutkan-pun, kita sudah mengetahui masalah bumi ini. It's so complicated, It is a mess.

Kembali ke masalah perang

Berdasarkan analisis para ahli sosial dan ekonomi, diprediksi bahwa dalam 50 tahun mendatang, akan terjadi permasalahan besar dalam pengadaan pangan. Manusia terancam tidak makan dan kelaparan !. Sehingga, peperangan yang terjadi dipastikan terjadi karena alasan perebutan pangan ini.

Lihat saja buku-buku seperti Food and War in Twentieth Century Europe, Karya Ina Zweiniger, Food Wars: The Global Battle for Mouths, Minds and Markets, karya Tim Lang, atau The Food Wars karya Walden F. Bello. Semuanya menceritakan tentang perang dan kaitannya dengan makanan.

Saya kira, Indonesia bisa menjadi target empuk untuk diperebutkan. Bahkan, kita akan menjadi korban yang potensial kalau kita tidak menyadarinya. Berhati-hatilah...!!

Lalu, masihkah kita berpangku tangan dan hanya membincangkan hal remeh-temeh yang tidak perlu?. Segera bangun dari tidur panjang ini. Perbaiki bumi Indonesia ini sehingga bisa memberi makan penghuninya, minimal 5000 tahun ke depan. Semoga.

Post a Comment

1 Comments

  1. Setuju pak. Kembali pada diri sendiri agar indonesia bisa kembali ke kondisi yang lebih baik dari sebelumnya. Kita sebagai warga negara indonesia yang memperbaikinya atau negara lain yang akan mengambil alihnya.
    Salam dari saya febrina saraswati dari akuntansi syariah (AKS-B) semester 1
    blognya sangat bermanfaat untuk dibaca pak terimakasih..

    ReplyDelete