Oleh: M. Ridwan
AICIS 2015 di Manado telah resmi
berakhir. Direktur Jendral Pendidikan Islam, Prof. Dr. Phil. Kamaruddin Amin
secara resmi menutup perhelatan akbar para akademisi dari berbagai perguruan tinggi
Islam di Indonesia. Dalam sambutannya ia mengatakan bahwa mungkin AICIS-lah
satu-satunya perhelatan ilmiah terbesar di dunia jika dilihat dari jumlah partisipannya.
Bayangkan, lebih dari 1500 peserta ikut serta memeriahkan acara ini baik dari
dalam negeri maupun luar negeri. Kendati beliau juga mengakui bahwa AICIS harus
terus ditingkatkan dari tahun ke tahun. Misalnya, harus ada upaya untuk
meningkatkan kualitas riset sehingga mampu bersaing di tingkat nasional atau
internasional.
Saya sendiri “baru” tiga kali
mengikuti acara ini. Pertama adalah di AICIS 2013 Lombok Nusantara Barat
kedua AICIS 2015 ini. Dalam AICIS 2014 di Kaltim, paper kami (bersama
Isnaini dan Marliyah) hanya berhasil masuk dalam kelompok poster. Paper itu disajikan
dalam bentuk banner yang dipajang di sekitar ruangan acara. Mirip acara bazar atau
pameran, namun produk yang disajikan adalah hasil riset. Saat itu, rekan kami
Isnaini Harahap didaulat untuk menjadi utusan dari FEBI mewakili kami. Untuk tahun ini, Bang Sugianto dan saya men-submit paper
terkait penelitian tentang kearifan
lokal dalam bidang ekonomi khususnya di bidang perikanan.
Tema AICIS 2015 kali ini adalah Harmony
in Diversity: Promoting Moderation and Preventing Conflicts in Socio-Religious
Life. Dalam bahasa Indonesianya kurang lebih “Keharmonisan Dalam
Keragaman: Mempromosikan Sikap Moderat dan Mencegah Konflik Dalam Kehidupan
Sosial Agama. Sebuah tema yang menarik terlebih bagi Indonesia dan tentu
saja bagi Manado.
Menariknya lagi, acara kali ini tidak
hanya didukung oleh Institut Agama Islam (IAIN) Manado namun juga oleh Sekolah
Tinggi Agama Kristen Manado. Dukungan ini sekaligus menunjukkan harmonisasi
umat beragama cukup terbina baik di tanah Manado.
Ada lebih dari 200 paper hasil
penelitian yang disajikan. Paper ini merupakan hasil seleksi dari lebih dari
800 paper dari seluruh Indonesia. Sajian puluhan paper ini tentu saja menjadi “santapan lezat” bagi peserta selama 4
hari 3 malam. Cakupannya cukup luas dari
mulai bidang pendidikan, hukum, teologi, ekonomi, politik maupun bahasa. Saya
bahkan sampai bingung ketika sesi paralel mau memilih ruangan mana untuk
diikuti. Semua menarik minat bagi saya menikmati eksotisme pemikiran para
cendikiawan Indonesia ini. Syukurnya, semua materi presentasi diberikan panitia
dalam bentuk soft copy, meskipun saya kira sebuah diskusi akan jauh lebih
menarik ketimbang membaca softcopy.
AICIS dan Tantangan Bagi UIN
Meski AICIS 2015 Manado telah
berakhir, namun perhelatan akbar ini menyisakan berbagai pekerjaan rumah besar
khususnya bagi perguruan tinggi Islam Indonesia. Beberapa tantangan harus
dihadapi dengan sikap optimis terutama terkait dengan peningkatan peran PTAIN
terhadap bangsa dan negara ini.
Demikian juga, ketika beberapa
IAIN (Institut Agama Islam Negeri) yang sebelumnya hanya berkutat pada satu
bidang ilmu telah bertransformasi menjadi UIN (Universitas Islam Negeri) yang
memiliki cakupan berbagai bidang ilmu. UIN
harus mampu berbuat banyak menciptakan lulusan perguruan tinggi yang juga unik
dan berbeda dengan lulusan PT Umum lainnya. Jika tidak, keberadaan UIN hanya
akan menjadi penggembira di kancah perguruan tinggi Indonesia. Sederhanya, buat
apa-apa repot-repot mendirikan UIN jika tidak mampu memberikan nilai lebih
dalam dunia pendidikan tinggi di Indonesia.?
Syukurnya, perjalanan beberapa
UIN terlihat mampu menjawab kekhawatiran di atas. Meski masih cukup muda,
beberapa UIN bahkan ada yang sudah mampu menembus beberapa parameter internasional seperti Webometrics, Scopus
atau jurnalnya mendapatkan akreditasi internasional. Beberapa UIN juga sudah
akrab dengan ISO ataupun AUN.
Saya melihat bahwa pangsa pasar UIN
sangat besar. Beberapa program studi baru seperti Ekonomi Islam, kedokteran atau
hubungan internasional terlihat kewalahan menghadapi lonjakan peminat. Fakutas
kami sampai sempat kelimpungan menghadapi permasalahan sarana fisik yang masih
minim. Untungnya, semangat dan optimis yang cukup tinggi membuat para pengelola
terlihat enjoy, happy dan tentu saja ikhlas sehingga masalah-masalah tersebut
mampu terselesaikan dengan cara-cara elegan dan profesional. Mudah-mudahan
seterusnya. Amin.
Kendati memiliki peluang yang
besar bagi peminat ilmu agama plus umum atau sebaliknya, namun tentu saja UIN
harus setiap saat melakukan evaluasi atas perjalanannya. Semua UIN tidak hanya
dihadapkan pada persaingan dengan PT Umum lainnya, namun UIN juga menghadapi
persaingan antar sesame UIN. Jalan keluarnya, masing-masing UIN harus mampu
menunjukan distingsi dan branding unik sehingga tidak terkesan menjadi pengekor
semata.
Saya yakin, semua civitas UIN di
Indonesia telah siap menghadapi segala kemungkinan yang ada. Tantangan bahkan
permasalahan yang akan terjadi harus segera dihadapi dengan terus meningkatkan
kapasitas dan kapabilitas para dosen, maupun pengelolanya. A New Look Needs A New
Paradigm. Tampilan baru tentu memerlukan paradigma baru.
Tantangan itu harus diterima UIN
dengn sikap terbuka. Sama seperti sikap kami menerima sebuah tantangan yang
diberikan oleh rekan-rekan Manado untuk menyelam dan menikmati indahnya taman
laut Bunaken. Taman ini ditengarai merupakan salah satu taman laut terindah di
dunia. Yah, tantangan ini adalah menikmati eksotisme laut Sulawesi yang indah.
Tantangan itu tentu kami terima dengan senang hati.
Dengan pasukan sebanyak 15 orang dosen, kami mengarungi laut Sulawesi dengan
sebuah perahu boat dan tiba pulau Bunaken nan indah. Setelah menyantap makan
siang dan lauk ikan bakar lezat dan air kelapa kami melanjutkan perjalanan ke
taman laut Bunaken. Pasukan yang ikut
tinggal 10 orang saja. Sisanya memilih tetap tinggal di pondok-pondok tepi pantai Bunaken.
Kisah ini hampir tidak bisa saya teruskan
karena hanya mampu dilukiskan dengan merasakan sensasi langsung sentuhan air
dan ikan-ikan indah di Taman Laut Bunaken. Wow, Amazing…..Bayangkan Anda
menyelam di tepi jurang-jurang laut dengan kedalaman ratusan meter. Atau
rasakan sensasi sentuhan mulut mungil ikan hias rupawan yang berebutan roti di
tangan Anda. Subhanallah.
Saya sempat berkelakar kepada
seorang rekan peminat Kitab Futuhat Makkiyah dan Fusus Al-Hikam karya
Ibnu ‘Arabi. Sekiranya saja Ibnu ‘Arabi
memiliki hobbi menyelam atau snorkeling di Taman Laut seperti Bunaken ini, mungkin
saja tokoh besar ini akan mengarang kitab lain. Mungkin saja judulnya adalah Futuhat
Bahriat atau Bihar al-Hikmah. Siapa tahu?.
Ah, kamu terlalu mengada-ada Mr.
Ridwan….!!!
0 Comments