Ticker

6/recent/ticker-posts

Daging Sapi Vs Daging Babi: Sekuat Apa Pertahanan Warga Muslim Negeri Ini?



Oleh: M. Ridwan

Hari-hari di bulan kemerdekaan ini diwarnai gonjang-ganjing masalah ekonomi. Setelah beberapa hari sebelumnya publik Indonesia dihentakkan dengan harga daging sapi yang melonjak tinggi dan kemarin ditutup dengan penurunan nilai rupiah yang anjlok sampai hampir menyentuh angka 14.000 rupiah/ dollar.

Dalam tulisan kali ini, saya tertarik dengan pembahasan harga daging sapi yang melonjak. Iseng-iseng saya melihat website PD Pasar Jaya untuk melihat berapa sih perbedaan antara daging sapi dan daging babi.

Cukup mengejutkan. Untuk minggu ke 2 bulan Agustus 2015 ini, harga daging sapi jenis Has (Paha Belakang) mencapai 119.091 rupiah sedangkan daging babi berlemak mencapai 68.000 rupiah. Oh ya, daging kambing dihargai 108.375 rupiah. Tentu saja, biasanya, harga-harga yang tertera mungkin saja akan berbeda dengan kondisi di pasar. Namun, setidaknya kita mendapatkan sebuah kenyataan bahwa harga daging sapi itu lebih mahal dibandingkan dengan harga daging babi.

Lalu, apakah saya akan menyarankan untuk berpindah ke daging babi karena lebih murah?
Hehe. Tentu saja tidak. Masih ada alternatif lain seperti beralih ke ikan baik ikan laut dan ikan tawar. Syaratnya, tentu saja kita harus memiliki uang untuk membelinya. Harga mahal tidak menjadi masalah jika kita memiliki kemampuan untuk membelinya. Harga murah-pun tidak akan serta merta membuat kita membeli suatu barang jika memang pendapatan kita tidak mampu meng-handle-nya.
Dalam hukum permintaan dan penawaran, variable independennya adalah harga sedangkan variable lain dianggap tetap (ceteris paribus). Artinya, jika harga daging sapi naik, maka permintaan terhadap daging itu pasti akan menurun, jika pendapatan, selera atau harga barang lain tetap. Dalam kondisi nyata, akan ada banyak variable lain yang saling terkait dan menentukan keputusan seseorang membeli, namun vaiabel harga selalu menjadi varibael terpenting.

Kembali ke daging sapi vs babi.
Saya tidak bermaksud menyatakan bahwa kedua komiditas itu layak disaingkan. Keduanya memiki pasar berbeda. Daging sapi kendati juga dikonsumsi oleh muslim, namun ia juga dikonsumsi oleh non muslim. Hal ini berbeda dengan daging babi yang “memang” hanya dikonsumsi oleh non-muslim. Bagi mereka, daging babi itu tidak haram dan sama saja dengan daging sapi. Sah-sah saja untuk dikonsumsi.

Kita melihat ada faktor ideologis yang kuat sehingga orang Islam sampai saat ini tetap tidak mau untuk mengkonsumsi daging babi. Segudang alasan medis juga menjadi penguat ke-tidaksudi-an ini. Daging babi dibuktikan memiliki kandungan cacing pita yang membahayakan bagi tubuh. Saya tidak tahu bagaimana sikap konsumen daging babi menyikapinya hal ini. Toh, saya lihat, daging babi senantiasa bertengger di etalase toko-toko daging yang ada di negeri ini. Kata yang pernah memakannya, -baik sengaja ataupun tidak- daging ini enak dan gurih.  Jangan dicoba…!!
Lalu, apa yang menjadi concern tulisan ini?

Saya sangat mengkhawatirkan bahwa kekuatan ideologis tidak lagi mampu menahan konsumen muslim untuk bertahan untuk mengkonsumsi produk halal seperti daging sapi atau kambing tadi . Mungkn saja, pada tahun-tahun mendatang harga tinggi akan menghancurkan pertahanan ideologis muslim negeri ini. Bisa saja bukan? Mungkin saja kelak mereka akan berpindah ke daging babi atau komoditas makanan haram karena  untuk mendapatkan komoditas halal  harus ditebus dengan harga yang mahal.

Buktinya, beberapa pedagang bakso yang “gelap mata” ada yang menggunakan dengan daging “celeng”/babi hutan atau tikus untuk menggantikan daging sapi . Apa alasannya? Tidak lain karena ingin mendapatkan bahan baku yang murah. Mereka merasa tidak sanggup menyediakan daging sapi murah dan bergizi.

Makanya, saya sangat salut dengan MUI yang masih terus bersemangat untuk memastikan kehalalan dan keharaman sebuah produk. Lembaga ini setiap saat terus berupaya memberikan label halal bagi produk-produk yang beredar di masyarakat. Kendati saya kira, baru sebagian kecil saja produk-produk yang beredar telah mendapatkan label halal, namun saya sangat mengapresiasi tinggi upaya MUI ini. Demikianpun, upaya ini masih belum cukup. Labelisasi halal atau haram tetap saja akan “kalah” dengan harga yang murah. Makanya, produsen halal harus bisa memastikan dan kita pastikan untuk menghasilkan produk-produk yang murah dan berkualitas. Bagaimana caranya?. Pastikan bahan bakunya yang mereka dapatkan juga mudah dan murah.

Oh ya, saya pernah mendengar komentar seorang wanita yang mengatakan bahwa ia memilih untuk tidak memakai hijab apalagi yang memiliki ukuran lebar karena harganya lebih mahal dibandingkan kalau ia memakan pakain you can see. “Simple dan lebih murah”, katanya. Seharusnya, para perempuan berhijab bangga lho, karena mereka dianggap orang mampu dan  kaya juga dong :)

Lalu, siapa yang harus disalahkan dengan kondisi harga harga ini ? (Tumben kali ini cari salah orang)

Tentu saja yang bersalah bukanlah sapi atau babi tadi. Mereka adalah mahkluk Allah yang tidak berdosa. Bukan salah mereka menjadi sapi atau babi. Yang salah adalah manusia yang secara tidak disadari telah berkarakter sama dengan hewan (rakus, serakah dan saling memangsa). Peace…. J


Post a Comment

0 Comments