Ticker

6/recent/ticker-posts

Tragedi Rohingya: Ketika Manusia Berupaya Menjadi Iblis

Oleh: M. Ridwan

Tak ada kata-kata yang mampu melukiskan penderitaan penduduk etnis Rohingya di Myanmar. 

Penduduk asli Myanmar ini dipaksa meninggalkan negeri leluhur mereka hanya karena mereka dianggap tidak pantas menjadi penduduk negeri. Alasan lainnya, -sebagaimana diungkapkan oleh Ashin Wirathu -sang biksu penebar teror- bahwa ia tidak ingin Myanmar seperti Indonesia, dimana muslim akhirnya menjadi mayoritas. Supaya hal tersebut tidak terjadi, maka etnis Rohingya yang didominasi muslim harus dienyahkan dari bumi Myanmar. Bagaimanapun caranya. Maka, pembunuhan dan kekejian terhadap etnis Rohingya menjadi tak terelakkan. Nyawa mereka menjadi begitu murahnya. Bahkan si Ashin yang berkepala plontos ini menyamakan mereka dengan anjing gila yang harus dibunuh. Betapa mengerikan. Maka, tak heran jika majalah ternama TIME memuat foto sang biksu sebagai cover dan menulis judulnya dengan besar “ THE FACE OF BUDHIST TERROR”. Artinya, fakta kebengisannya bukanlah isapan jempol semata.

Kita tentu tidak habis pikir. Bagaimana mungkin seorang biksu yang katanya penyebar kedamaian, tega melakukan kekejian dan hasutan serta fitnah keji kepada sesama warga negerinya. Makanya, pemeluk Budha di belahan dunia lainnya banyak yang mengutuk. Mereka khawatir, bahwa aksi kekejian yang dikomandoinya akan merusak citra umat Budha lainnya. Kita tentu merasa bahagia, ketika umat Budha Indonesia ramai-ramai melakukan protes dan demo terhadap kedubes Myanmar di Jakarta. Argumen mereka menyatakan bahwa Budha tidak pernah mengajarkan kekejian seperti yag dilakukan oleh si Ashin ini. Saya setuju dengan sikap budhist di Indonesia. Lagipula, kita tentu tidak menginginkan tragedi Rohingya terjadi negeri tercinta ini. 

Saya kira, Indonesia harus membantu para pengungsi yang datang ke negeri ini, dengan sepenuh hati sekaligus pro aktif untuk “menyentil” pemimpin Myanmar atas kekejian yang ditunjukkan oleh warganya.

Everlasting Conflicts

Begitulah dunia. Berbagai konflik dan tragedi kemanusiaan selalu terjadi. Si kuat menindas yang lemah atau si kaya mengeksploitasi si miskin. Kita menyaksikan pemimpin zalim yang menindas rakyatnya atau dengan kebodohannya membawa rakyat ke jurang kehancuran. Tragedi demi tragedi pasti akan selalu ada di dunia ini. Bahkan, ketika kita nanti telah meninggalkan dunia ini. Saya kira, hanya kiamatlah yang akan mampu menghentikan berbagai kejahatan kemanusiaan ini.  

Namun, tentu kita tidak perlu menunggu datangnya kiamat atau Armageddon untuk memperbaiki keadaan. Kita bisa tetap bisa bertindak atau melakukan pilihan untuk memperbaiki keadaan. Manusia adalah mahkluk terbaik pilihan Tuhan, yang sebelum diciptakan, terlebih dahulu dipamerkan  kepada para malaikat-Nya. Iblis yang tak sudi bersujud kepada Adam langsung menyatakan pembangkangan dirinya kepada Tuhan. Menurutnya, Adam hanyalah makhluk hina yang berada di bawah level dirinya yang terbuat dari api. Betapa kesombongan telah membuat Iblis gelap mata. Ambisi Iblis menjadi mahkluk terhebat menjadi sirna karena kehadiran Adam. Makanya, Iblis menggunakan menggunakan kedengkian dan ambisi/keserakahan sebagai dua teknik utama dalam menghancurkan manusia dari jaman ke jaman.

Berbeda dengan Iblis, malaikat lebih memilih untuk tunduk dan patuh kepada Tuhan. Memang, mereka sedikit mempertanyakan alasan Tuhan menciptakan manusia. Mengapa Tuhan tidak mencukupkan saja dengan sembah sujud para malaikat. Bukankah mereka mahkluk yang selalu sujud dan mensucikan Tuhan?. Selain itu, mereka khawatir bahwa bumi akan dipenuhi oleh aksi keji dan pertumpahan darah oleh para manusia. Berbagai argument para malaikat akhirnya berujung pada kepatuhan. Mereka merasa cukup puas dengan jawaban Tuhan bahwa ada rahasia di balik penciptaan Adam yang tidak diketahui oleh para malaikat.  

Mungkin ada yang menyeletuk bahwa jika melihat kondisi saat ini, mungkin saja malaikat akan berkomentar bahwa apa yang mereka khawatirkan dulu ternyata benar-benar terjadi. Manusia terbukti menumpahkan darah. Bertikai, berperang atau saling hujat dan fitnah. Atas nama apa saja, manusia menjadi hewan dengan menonjolkan sikap buas dan predatornya bahkan melebihi kebuasan binatang. Seperti yang ditunjukkan oleh Fir’aun, Namruz, Hitler, Stalin, Polpot, Zionis atau Ashin tadi. Berbagai kedengkian yang berujung pada peperangan menjadi menu keseharian kisah manusia di bumi ini.

Demikianpun, tidak semua manusia menunjukkan sifat kebuasannya (nafs al-sya’biah). Manusia juga ternyata ada yang menunjukkan prilaku mulia bahkan melebihi karakter malaikat. Kendati  memiliki potensi kekejian (fujur) yang kuat,namun ada manusia yang berhasil memenangkan pertarungan atas nafsu buruknya. Manusia-manusia seperti ini banyak dikisahkan dalam kitab suci maupun sejarah manusia. Kendati bukan terbuat dari cahaya, manusia tetap mampu menyamai bahkan melampaui karakter malaikat -sang mahkluk cahaya-. 

Namun, apa yang terjadi di Rohingya tentu berbeda.  Kekejian yang dipertunjukkan oleh warga Myanmar terhadap etnis ini, adalah upaya manusia meniru karakter mahkluk api, alias Iblis. Mahkluk yang terbuat dari api ini memiliki segala jenis kedengkian dan mengetahui benar bagaimana cara memanfaatkannya. Ia memiliki kedengkian terhadap Adam sampai kepada anak cucunya. 

Jangan-jangan, manusia memang saat ini memang sedang berupaya menyaingi Iblis bahkan melebihinya. Siapa tahu?

Post a Comment

0 Comments