Ticker

6/recent/ticker-posts

Alquran Langgam Jawa: Gaya-Gayaan ala Indonesia?


Oleh: M. Ridwan

Sejujurnya, awalnya, saya tidak ingin membahas topik ini. Bukan saja karena kompetensi saya sangat terbatas dengan seluk-beluk teknik baca Alquran, tapi setahu saya di Pulau Jawa, ada ratusan ribu Qari-Qariah yang sangat piawai melantunkan Alquran sekaligus menguasai sampai sedetail-detailnya hal ihwal qiraah Alquran dan hukum bacaanya. Serahkan saja kepada ahlinya. Namun, karena isunya sudah kadung heboh, maka saya kira, ada baiknya juga untuk ikut nimbrung. Lagipula, tema ini sesuai dengan tema blog yaitu negeri gaya-gayaan :)

Kemarin sore, saya mendapatkan broadcast tentang Alquran yang dibacakan dengan langgam Jawa. Video itu di sharing di beberapa group WA. Langgam ini dibawakan di istana negera dalam acara Isra Mi’raj Nabi yang pasti dihadiri para Dubes dari negara lain termasuk Timur Tengah.

Sejujurnya, langgamnya agak mengusik telinga awam saya. Baik tajwid maupun  makharijul hurufnya agak aneh saja. Saya yakin langgam ini pasti juga aneh di telinga para qari-qariah yang bertebaran di negeri ini. Telinga mereka sangat peka. Saya pastikan mereka tidak bisa tidur. Bercampur baur, antara lucu, jengkel dan mungkin marah. Kok bisa?. Kalau tidak percaya, silahkan tanya mereka satu persatu.

Seorang ahli qiraah Indonesia berpendapat bahwa kalau langgam itu dibacakan di forum tidak resmi  masih bisa dimaklumi. Mungkin bisa dimaafkan. Apalagi jika si qari sedang belajar tajwid atau qiraah. Akan tetapi, ketika langgam yang tidak biasa ini dibacakan di forum resmi kenegaraan, maka dipastikan akan mengundang tanya tanya komunitas qari di seluruh dunia. Apakah Indonesia tidak percaya diri lagi dengan langgam Alquran versi Timur Tengah?. Apakah Indonesia sudah begitu "paniknya" karena tidak memiliki sesuatu untuk dipamerkan. Maka, tak ayal, berbagai komentar miring bermunculan terhadap langgam Jawa ini. Sebagian besarnya, menghujat. Menganggap ada upaya desakralisasi Alquran, bahkan sekularisasi.

Namun, tentu juga ada pro terhadap langgam Jawa ini. Mereka beranggapan bahwa kendati ada hadis yang menyatakan larangan Nabi untuk menggunakan langgam non Arab, maka menurut mereka hadis itu dhaif. Langgam berbeda dengan Alquran itu sendiri. Selama tajwid dan mahkhrajnya terjaga, maka tidak ada masalah. Inilah saatnya untuk mempublikasikan Islam Nusantara. Keren...

Perdebatan di atas, saya yakin akan terus mengisi hari-hari bangsa ini ke depan. Bersiap-siap saja.

Akan tetapi, saya lebih tertarik membahas dari sisi lain. Kita akan melihat langgam Jawa tadi dalam kacamata marketing terutama terkait branding. Istilah branding merujuk kepada upaya menciptakan keunikan produk yang ingin kita jual. Branding bertujuan supaya produk itu dikenal, diingat dan syukur-syukur masuk ke dalam alam bawah sadar konsumen.  Dari mulai recognition, recall sampai top of mind, demikian istilah yang dipakai dunia per-branding-an. Branding tidak hanya berlaku bagi produk-produk barang dan jasa dalam lingkup kecil saja tapi juga dapat digunakan untuk mem-branding sebuah negara.

Misal, apa yang terlintas pertama kali ketika kata Korea diucapkan?. Mungkin saja yang terbayang adalah ginseng, group music K-Pop atau Gangam Style-nya. Artinya, Korea berhasil mem-branding negeri mereka dengan gingseng, K-Pops dan Ganggam Style-nya. Demikian, juga ketika kata Jepang diucapkan, apa yang terbayang?. Mungkin saja gunung Fujiyama, bunga Sakura atau Hiroshima dan Nagasaki.

Demikian juga, ketika kata Arab Saudi diucapkan, mungkin yang terlintas adalah Kabah, masjidil Haram, Mesjid Nabawi atau Zamzam dan Kurma. Atau, kata Indonesia dengan Borobudur dan Bali-nya. Artinya, branding setiap negara itu pasti selalu ada, baik diciptakan dengan sengaja atau tidak.

Dengan demikian, branding bisa diidentikkan dengan upaya memperkenalkan diri. Tampil beda atau unik. Terkait negara, upaya branding telah dilakukan para penguasa dunia dari jaman ke jaman. Lihat, bagaimana Fir’aun ingin mem-branding Mesir dengan piramid yang megah. Konon, piramid dibangun bukan hanya untuk itu, tapi juga diperuntukkan untuk pamer kehebatannya kepada penduduk Mesir bahwa ia bisa mencapai langit dan membunuh Tuhan Musa.

Dalam sejarah, tidak semua negara berhasil mem-branding dirinya. Misalnya, Yaman dalam pemerintahan Abrahah. Dia marah karena yang menjadi tujuan wisata spiritual ribuan manusia saat itu justru adalah Mekkah dengan Kabahnya. Dia ingin tujuan itu dirubah ke Yaman. Namun, dikarenakan Yaman tidak memiliki tempat sebagai destinasi spiritual sehingga sulit untuk memberikan branding  unik, maka Abrahah gelap mata. Ketimbang repot-repot memikirkan cara menciptakan sesuatu yang bernilai beda, dia lebih memilih untuk menghancurkan Kabah. Lebih simple.

Dengan ribuan tentara bergajah dia bernafsu untuk menghancurkan simbol Mekkah. Dalam pikirannya, ketika Kabah hancur, maka destinasi para pengunjung akan berpindah ke Yaman. Tentu saja dia salah. Kabah bukan saja merupakan branding Arab Saudi namun merupakan branding Tuhan di muka bumi. Sehingga, lawan Abrahah bukan lagi penduduk Mekkah, tapi Tuhan sendiri. Maka kehancuran Abrahah menjadi sebuah keniscayaan. Silahkan baca kisah Abrahah yang diceritakan dalam Surat Al-Fiil.

Dalam sejarah Romawi dan Persia, mereka dianggap berhasil mem-branding mata uang dinar dan dirham menjadi mata uang yang diakui di seluruh dunia. Sampai-sampai di masa awal pemerintahan Islam saat itu, masih menggunakan dinar dan dirham dari kedua emperium ini. Makanya, ketika Abdul Malik bin Marwan penguasa bani Umayyah menerbitkan dinar versi Islam dengan kalimat Allah di atasnya, Romawi kalang kabut dan marah besar. Selidik punya selidik, kemarahan mereka bukan hanya karena branding Romawi yang hilang, tapi juga mereka kehilangan banyak pemasukan dari biaya franchinse pencetakan uang di wilayah Islam.

Oh ya, kembali ke laptop.

Terkait Alquran, fakta sejarah memang menunjukkan bahwa ada semacam “kecemburuan” ketika kitab ini ditulis dalam bahasa Arab. Bahkan, bukan hanya Alquran, sosok Muhammad yang berasal dari Arab juga mengundang “kecemburuan” bangsa lain. Bangsa-bangsa lain merasa aneh, kok nabinya dari negeri tandus dan kering itu?. Selama itu, Arab Saudi dianggap tidak memiliki bakat melahirkan emperium. Makanya, Romawi dan Persia menjadi kalang kabut.

Atau seperti Yahudi. Negeri pengikut Musa ini juga tidak terima atas keputusan Tuhan menempatkan Nabi terakhir berada di tanah Arab. Yahudi memang mengetahui akan ada Nabi akhir jaman, namun dalam pikiran mereka, Nabi yang akan hadir berasal dari Ras Israel. Ras ini dianggap mulia. Mereka menunggu kehadiran sang nabi dengan penuh kesabaran. Makanya, mereka sangat kaget dan kebakaran jenggot ketika Muhammad  itu muncul dari Arab. Wong, Arab dianggap tidak memiliki pengalaman melahirkan para Nabi, demikian di pikiran Yahudi. Kecemburuan mereka melahirkan kebencian dan konflik. Konflik ini bahkan abadi sampai saat ini. Bayangkan, bahayanya sebuah persepsi jika salah.:)

Atau, Musailamah al-Kazzab –Nabi Palsu- yang pernah berkreasi menciptakan Alquran tandingan. Menurutnya, apalah sulitnya menciptakan Alquran. Dalam pikirannya, Muhammad pasti berkreasi sendiri menciptakan Alquran. Si Musailamah memang cukup kreatif kendati kebablasan. Dia menciptakan sebuah syair yang menurutnya lebih baik dari Alquran. Judulnya adalah “Sang Kodok (al-Dhif’da).” Namun, bukan pujian yang diperoleh, Musailamah justru mendapatkan ejekan dari orang Arab saat itu karena Alquran vesinya sangat aneh di telinga mereka yang sangat mahir bersyair. Musailamah dianggap nyeleneh bahkan gila.  

Upaya untuk desakralisasi Arab pernah terjadi di era Kemal Attarturk, tokoh sekuler Turki. Saat itu dia mengganti semua simbol-simbol Arab. Bahkan, azan juga diganti dengan bahasa Turki. Dalam pikirannya, kemajuan Turki akan terjadi jika budaya tradisional dihilangkan. Sampai saat inipun, publik Turki masih terpecah menanggapi kreasi si Mustafa Kemal Atarturk ini. Ada yang pro dan banyak yang kontra. Yang pro menganggapnya ia sebagai penyelamat Turki dari penjajahan, namun bagi yang kontra menganggap dia telah menghilangkan tradisi kekhalifahan dalam Islam.

Tentu saja, saya tidak bermaksud mengatakan bahwa upaya mengganti langgam Alquran yang dilakukan di Istana negara adalah upaya untuk desakralisasi Arab apalagi desakralisasi Alquran. Tidak sama sekali. Apalagi menyamakannya dengan Alquran palsu vesi Musailamah Al-Kazzab atau isu sekulerisasi versi Kemal Attarturk.  Konteks dan bentuknya berbeda. Apalagi langgam alquran versi Jawa tidak merubah ayat dan maknanya. Kendati asing di telinga, mungkin kreatifitas langgam ini masih bisa selamat dari kecurigaan ini.   

Namun, jika dikaitkan dengan branding tadi. Maka, Alquran langgam Jawa setidaknya akan memberikan kompetitor baru bagi langgam Arab. Tidak dapat dibayangkan bagaimana “Sewotnya” Arab mengetahui fenomena ini. Apalagi jika langgam ini tidak sesuai dengan kaidah bahasa mereka. Telinga mereka pasti akan “perih” mendengarnya. Saya buat pemisalannya, seandainya lagu seriosa atau dangdut dinyanyikan oleh seorang bule. Pasti kita akan tertawa geli.

Artinya, untuk melakukan branding jangan sampai kebablasan juga. Apalagi jika branding itu menggunakan produk orang lain. Branding jangan sampai menyalahi kaidah atau norma yang sudah diakui. Baik norma agama, kesusilaan atau kebiasaan. Sejarah menunjukkan bahwa menyalahi aturan umum dan kesusilaan apalagi agama akan menyebabkan tersingkirnya si pelaku dari masyarakat dunia.

Saya kira, harus ada upaya untuk mendialogkan berbagai ide-ide kreatif terkait agama dengan para tokoh dan pakarnya. Kendati mungkin tidak diatur oleh nas-nas yang jelas, maka konsensus para ahli agama itu dapat dibenarkan. Apalagi terkait dengan Alquran. Idealnya, didialogkan dahulu dengan para ahli Alquran. Syukur-syukur mereka yang melahirkan langgam barunya. Sehingga lebih "aman" dan kredibel. Bukan oleh sembarang orang yang mungkin tidak paham tajwid Alquran. Meskipun, sampai kini para ahli Alquran di seluruh dunia sepertinya memang tak berniat lagi untuk mengutak-atik langgam Alquran. Mungkin karena tidak ada urgensi-nya ya... Saya kira pasti karena satu alasan tertentu juga. Sehingga, sampai saat ini kitapun tidak mendengar ada cabang "Lomba Cipta Langgam Alquran" di MTQ di seluruh dunia. 

Soalnya, permasalahan seni telah menjadi konsumsi publik dan menjadi tren di masyarakat terutama remaja. Saya tidak dapat membayangkan, pabila setelah langgam Jawa, akan bermunculan pula Alquran langgam Korea, China atau Ala Dangdut India. Atau, bermunculan langgam Alquran versi Lady Gaga, Metalica, Madonna, Justin Bieber atau K-Pop Korea. Jika kita sudah siap menerima konsekuensi seperti ini, go ahead

Namun, jika belum siap, apalagi mau sekedar gaya-gayaan semata, maka saya kira perlu dipetimbangkan matang-matang untuk melaunching sesuatu yang sensitif terkait simbol agama. Apalagi, jika ternyata langgam Alquran model Arab ternyata merupakan branding dari Allah. Wah, bisa-bisa kita kena damprat seperti Abrahah karena dianggap iri dan sombong dengan Arab. Tobat deh..

Ada pepatah Arab yang menarik untuk diingat. Bul ‘alaz zamzam, fatu’raf, artinya: Kencingilah sumur Zam-Zam, maka kamu akan terkenal di seluruh dunia. Tentu yang dimaksud adalah terkenal karena sudah tidak waras. Mudah-mudahan, Alquran langgam Jawa ini tidak bermaksud untuk ini.

Post a Comment

0 Comments