Ticker

6/recent/ticker-posts

Negeri yang “Matang Semu”


Oleh : M. Ridwan

Kuliah Subuh pagi disampaikan oleh Ustaz Zulkarnain. Ada dua ustaz di tempat kami yang memiliki nama dengan awalan “Zul” yaitu Ustaz Zulkifli dan Ustaz Zulkarnain. Ustaz Zulkifli pakar hukum Islam sedangkan Ustaz Zulkarnain pakar pendidikan. Ustaz Zulkarnain memiliki banyak pengalaman di dunia parenting dan pendidikan.

Pembahasan pagi ini terkait dengan dunia pendidikan dan kaitannya dengan fenomena generasi saat ini.  Ada beberapa istilah menarik yang dikemukakannya. Misal, otak reptil, neokorteks, limbiks dan matang semu. Kendati, beberapa istilah mungkin asing di telinga kita namun Ustaz Zulkarnain menyampaikan istilah yang dikenal dalam dunia psikologi ini secara menarik sehingga jamaah mampu memahaminya dengan baik.

Menurutnya, otak reptil adalah otak yang bersifat hewani. Sifatnya, cendrung hanya memenuhi kepuasan fisik dan emosi sesaat. Seseorang yang dominan dikendalikan otak reptil cendrung suka memberikan perlawanan dan reaktif. Sehingga, membesarkan anak dengan penekanan otak reptil akan menyebabkan anak juga akan mengaktifkan otak reptil berupa sikap emosional, reaktif dan melawan. Otak reptil Vs Otak Reptil akan menyebabkan konflik antara anak dan orang tua. 

Menyikapi hal ini, maka langkah terbaik yang harus dilakukan orang tua adalah merangsang kemampuan otak neokorteks atau limbiks si anak. Berbeda dengan otak reptil, maka dua jenis otak ini melahirkan sikap empati, dan spiritual. Mendekati anak dengan jenis otak ini menyebabkan mereka memiliki sikap empati dan emosi yang stabil. Tidak meledak-ledak. Mereka menjadi pribadi yang cerdas IES (Intelektual, Emosional, dan Spiritual).

Materi pagi ini sangat mengena. Pembahasan Ustaz Zul berhasil menjawab berbagai pertanyaan kita tentang apa yang salah dengan pendidikan generasi saat ini. Mengapa banyak anak yang suka melakukan tawuran, terlibat geng motor, free seks, narsis akut, masa bodoh, atau  hura-hura. Dan, jawaban beliau simple. Kesalahan ini justru dominan terletak pada orang tua ketika mereka membesarkan anak.

Selama ini orang tua hanya menekankan pada pertumbuhan fisik anak semata. Membesarkan anak sering dipahami sebagian besar orang tua hanya dengan mencukupkan kebutuhan sandang dan pangan sang anak semata. Orang tua cendrung merasa lepas tanggung jawab dengan hal-hal lain terkait psikis dan neuorologis anak. Mereka merasa berhasil ketika mampu memberikan makanan, pakaian, hiburan atau sesuatu bersifat fisikal saja. Banyak orang tua yang merasa masa bodoh akan tumbuh kembang emosional dan spiritual anak. Padahal, anak adalah investasi berharga, di dunia dan akhirat. Membesarkan anak dengan pola didik yang benar harus dilakukan dengan super serius.

Saya kira, keseriusan dalam mendidik anak, mungkin, sama-lah dengan keseriusan kita mengelola berbagai portofolio investasi yang  dilakukan di pasar saham, reksadana atau obligasi. Bukankah, kita akan menganalisis berbagai faktor seperti fundamental dan sentimen pasar dan bukan hanya analisis teknikal semata ?  :)



Beberapa pertanyaan cukup menohok disampaikan oleh sang ustaz. Misalnya, sudahkah kita sebagai orang tua menyadari pola asih dan asuh selama ini?. Apa yang kita cekoki ke dalam pikiran dan hati anak-anak kita?. Sudahkah kita menjadi tauladan yang baik bagi mereka? Atau, apakah selama ini kita lebih mengandalkan pola alamiah dan naluriah semata sehingga yang muncul hanyalah generasi berotak reptil?.  Apakah umat Islam menggunakan pola pendidikan ala Luqmanul Hakim dalam mendidik anak?. Apakah orang tua selama ini terlibat aktif dalam proses tersebut atau hanya menyerahkan sang anak ke sekolah saja ibarat baju kotor yang diserahkan ke tukang Laundry?.  

Meskipun pembahasan Ustaz Zulkarnain lebih lebih dominan kepada pendidikan, namun saya kira, materinya sangat terkait dengan berbagai fenomena yang kita saksikan saat ini di negeri tercinta ini.  

Setiap hari, berbagai isu aktual yang mengisi headline berbagai media. Untuk minggu ini saja, kita menyaksikan berbagai berita, mulai eksekusi mati pengedar narkoba, penangkapan komisioner KPK oleh polisi, kasus saling tembak polisi di Sumut, bunuh diri buruh di GBK atau berita pemer harta seorang selebriti yang wajahnya sering menghiasi TV. Entah berita apa pula yang akan kita saksikan  minggu depan. Bad news is god news. Berita buruk adalah berita baik bagi kalangan jurnalis, begitu bukan? :).

Sayangnya, bagi masyarakat, bad news is always bad news. Berita buruk selamanya menjadi berita buruk. Berita itu masuk ke alam bawah sadar, mempengaruhi gerak dan emosi, serta menambah sikap paranoid dan ilusi mereka. Jadi berhati-hatilah mengkonsumsi sebuah berita. :)

Saya mencoba mengkait-kaitkan berbagai berita dengan tema kuliah subuh pagi ini. Kendati korelasinya cukup dipaksakan tapi saya kira tidak apa-apa ya. Concern kita hanya satu yaitu untuk mengetahui  apa saja faktor penyebab berbagai permasalahan negeri ini?  

Saya kira, berdasarkan materi ustaz Zukarnain pagi ini, setidaknya kita mendapatkan satu penyebab yaitu kurang matangnya proses kedewasaan kita. Akan halnya manusia, saya kira seharusnya, negeri ini juga melewati 3 tahapan perkembangan yaitu fisiologis, neourologis, dan psikis. Perkembangan fisiologis atau fisik mungkin telah kita lewati, yaitu kepemilikan atas negeri ini. Kita tidak lagi terjajajah. Kita bebas mengelola sumber daya alam negeri ini.

Nah, perkembangan fisiologis seharusnya dilanjutkan dengan perkembangan neourologis dan psikis. Ini seharusnya ditandai dengan bertambah arifnya warga negara ini. Kita harus bertambah dewasa dalam memilah dan memilih sesuatu yang benar-benar bermanfaat bagi keberlangsungan Indonesia. Seorang pengedar narkoba atau koruptor, misalnya, adalah penghambat perkembangan neuorologis dan psikis bangsa ini. Mereka merusak tahapan perkembangan ini. Maka seharusnya diberikan hukuman yang berat. Jika ini tidak dilakukan, maka proses perkembangan negeri kita terhambat. Kendati sudah merdeka selama 70 tahun. Kita masih “matang semu”. Kelihatan dewasa, tapi masih berprilaku anak-anak. :)

Akhirnya, saya hanya mau mengatakan bahwa ketika kita sangat sibuk dengan urusan mencari harta, jabatan, atau prestise lainnya. Atau, ketika kita sibuk bertengkar, saling serang dan berkonflik untuk mempertahankan kepentingan kita. Maka intropeksilah karena, akan selalu ada mata-mata mungil dan jiwa-jiwa bersih yang selalu memperhatikan. Mereka adalah anak-anak kita.  Mereka, akan menduplikasi perbuatan buruk yang kita lakukan saat ini bahkan lebih buruk lagi. Berhati-hatilah….

Post a Comment

0 Comments