Oleh : M. Ridwan
Kuliah Subuh pagi disampaikan
oleh Ustaz Zulkarnain. Ada dua ustaz di tempat kami yang memiliki nama dengan awalan
“Zul” yaitu Ustaz Zulkifli dan Ustaz Zulkarnain. Ustaz Zulkifli pakar hukum
Islam sedangkan Ustaz Zulkarnain pakar pendidikan. Ustaz Zulkarnain memiliki banyak
pengalaman di dunia parenting dan pendidikan.
Pembahasan pagi ini terkait
dengan dunia pendidikan dan kaitannya dengan fenomena generasi saat ini. Ada beberapa istilah menarik yang dikemukakannya.
Misal, otak reptil, neokorteks, limbiks dan matang semu. Kendati,
beberapa istilah mungkin asing di telinga kita namun Ustaz Zulkarnain menyampaikan
istilah yang dikenal dalam dunia psikologi ini secara menarik sehingga jamaah
mampu memahaminya dengan baik.
Menurutnya, otak reptil adalah
otak yang bersifat hewani. Sifatnya, cendrung hanya memenuhi kepuasan fisik dan
emosi sesaat. Seseorang yang dominan dikendalikan otak reptil cendrung suka memberikan
perlawanan dan reaktif. Sehingga, membesarkan anak dengan penekanan otak reptil
akan menyebabkan anak juga akan mengaktifkan otak reptil berupa sikap emosional,
reaktif dan melawan. Otak reptil Vs Otak Reptil akan menyebabkan konflik antara
anak dan orang tua.
Menyikapi hal ini, maka langkah terbaik yang harus
dilakukan orang tua adalah merangsang kemampuan otak neokorteks atau limbiks
si anak. Berbeda dengan otak reptil, maka dua jenis otak ini melahirkan sikap
empati, dan spiritual. Mendekati anak dengan jenis otak ini menyebabkan mereka memiliki
sikap empati dan emosi yang stabil. Tidak meledak-ledak. Mereka menjadi pribadi yang cerdas IES (Intelektual,
Emosional, dan Spiritual).
Materi pagi ini sangat mengena. Pembahasan
Ustaz Zul berhasil menjawab berbagai pertanyaan kita tentang apa yang salah
dengan pendidikan generasi saat ini. Mengapa banyak anak yang suka melakukan
tawuran, terlibat geng motor, free seks, narsis akut, masa bodoh, atau hura-hura. Dan, jawaban beliau simple. Kesalahan
ini justru dominan terletak pada orang tua ketika mereka membesarkan anak.
Selama ini orang tua hanya
menekankan pada pertumbuhan fisik anak semata. Membesarkan anak sering dipahami
sebagian besar orang tua hanya dengan mencukupkan kebutuhan sandang dan pangan
sang anak semata. Orang tua cendrung merasa lepas tanggung jawab dengan hal-hal
lain terkait psikis dan neuorologis anak. Mereka merasa berhasil ketika mampu memberikan
makanan, pakaian, hiburan atau sesuatu bersifat fisikal saja. Banyak orang tua
yang merasa masa bodoh akan tumbuh kembang emosional dan spiritual anak. Padahal,
anak adalah investasi berharga, di dunia dan akhirat. Membesarkan anak dengan pola
didik yang benar harus dilakukan dengan super serius.
Saya kira, keseriusan dalam mendidik
anak, mungkin, sama-lah dengan keseriusan kita mengelola berbagai portofolio
investasi yang dilakukan di pasar saham,
reksadana atau obligasi. Bukankah, kita akan menganalisis berbagai faktor
seperti fundamental dan sentimen pasar dan bukan hanya analisis teknikal semata ?
:)
Beberapa pertanyaan cukup menohok
disampaikan oleh sang ustaz. Misalnya, sudahkah kita sebagai orang tua
menyadari pola asih dan asuh selama ini?. Apa yang kita cekoki ke dalam pikiran
dan hati anak-anak kita?. Sudahkah kita menjadi tauladan yang baik bagi mereka?
Atau, apakah selama ini kita lebih mengandalkan pola alamiah dan naluriah
semata sehingga yang muncul hanyalah generasi berotak reptil?. Apakah umat Islam menggunakan pola pendidikan
ala Luqmanul Hakim dalam mendidik anak?. Apakah orang tua selama ini terlibat aktif
dalam proses tersebut atau hanya menyerahkan sang anak ke sekolah saja ibarat baju
kotor yang diserahkan ke tukang Laundry?.
Meskipun pembahasan Ustaz
Zulkarnain lebih lebih dominan kepada pendidikan, namun saya kira, materinya
sangat terkait dengan berbagai fenomena yang kita saksikan saat ini di negeri tercinta
ini.
Setiap hari, berbagai isu aktual yang
mengisi headline berbagai media. Untuk minggu ini saja, kita menyaksikan
berbagai berita, mulai eksekusi mati pengedar narkoba, penangkapan komisioner
KPK oleh polisi, kasus saling tembak polisi di Sumut, bunuh diri buruh di GBK atau
berita pemer harta seorang selebriti yang wajahnya sering menghiasi TV. Entah berita
apa pula yang akan kita saksikan minggu
depan. Bad news is god news. Berita buruk adalah berita baik bagi
kalangan jurnalis, begitu bukan? :).
Sayangnya, bagi masyarakat, bad
news is always bad news. Berita buruk selamanya menjadi berita buruk.
Berita itu masuk ke alam bawah sadar, mempengaruhi gerak dan emosi, serta
menambah sikap paranoid dan ilusi mereka. Jadi berhati-hatilah mengkonsumsi
sebuah berita. :)
Saya mencoba mengkait-kaitkan
berbagai berita dengan tema kuliah subuh pagi ini. Kendati korelasinya cukup
dipaksakan tapi saya kira tidak apa-apa ya. Concern kita hanya satu
yaitu untuk mengetahui apa saja faktor
penyebab berbagai permasalahan negeri ini?
Saya kira, berdasarkan materi
ustaz Zukarnain pagi ini, setidaknya kita mendapatkan satu penyebab yaitu
kurang matangnya proses kedewasaan kita. Akan halnya manusia, saya kira seharusnya,
negeri ini juga melewati 3 tahapan perkembangan yaitu fisiologis, neourologis,
dan psikis. Perkembangan fisiologis atau fisik mungkin telah kita lewati,
yaitu kepemilikan atas negeri ini. Kita tidak lagi terjajajah. Kita bebas
mengelola sumber daya alam negeri ini.
Nah, perkembangan fisiologis
seharusnya dilanjutkan dengan perkembangan neourologis dan psikis. Ini
seharusnya ditandai dengan bertambah arifnya warga negara ini. Kita harus
bertambah dewasa dalam memilah dan memilih sesuatu yang benar-benar bermanfaat
bagi keberlangsungan Indonesia. Seorang pengedar narkoba atau koruptor, misalnya,
adalah penghambat perkembangan neuorologis dan psikis bangsa ini. Mereka merusak
tahapan perkembangan ini. Maka seharusnya diberikan hukuman yang berat. Jika
ini tidak dilakukan, maka proses perkembangan negeri kita terhambat. Kendati
sudah merdeka selama 70 tahun. Kita masih “matang semu”. Kelihatan
dewasa, tapi masih berprilaku anak-anak. :)
Akhirnya, saya hanya mau
mengatakan bahwa ketika kita sangat sibuk dengan urusan mencari harta, jabatan,
atau prestise lainnya. Atau, ketika kita sibuk bertengkar, saling serang dan
berkonflik untuk mempertahankan kepentingan kita. Maka intropeksilah karena, akan
selalu ada mata-mata mungil dan jiwa-jiwa bersih yang selalu memperhatikan. Mereka
adalah anak-anak kita. Mereka, akan menduplikasi
perbuatan buruk yang kita lakukan saat ini bahkan lebih buruk lagi. Berhati-hatilah….
0 Comments