Oleh: M. Ridwan
Kuliah Subuh kali
ini disampaikan oleh Ustaz Zulkifli Nas. Biasanya, setiap hari Minggu sehabis sholat, mushalla kecil di komplek kami mengadakan kuliah subuh rutin. Kali ini, Ustaz Zulkifli Nas didaulat menjadi pemateri. Wawasan keilmuannya cukup dalam. Maklum, beliau dulu adalah lulusan dari Madrasah Aliyah Program Khusus Padang Panjang dan kini adalah kandidat doktor Hukum Islam UIN-Sumatera Utara. Pengalamannya banyak. Tak heran, beliau juga telah dipercayakan menjadi ketua BKM di komplek kami.
Materinya cukup menarik. Pembahasanya
mengenai penyebab mengapa banyak orang yang mengalami kegalauan hati. Materinya
seputar tafsir ayat 124 dari surat Thaha. “Siapa yang berpaling dari
mengingat-Ku, maka dia akan mendapatkan kehidupan yang sempit dan Kami akan mengumpulkannya di akhirat
dalam keadaan buta”. Ayat ini cukup mengena
terutama bagi manusia saat kini. Menurut Ustaz Nas –demikian panggilan akrab
beliau-, sikap mengeluh, tertekan, stress, galau dan seabrek permasalahan hidup
lainnya ternyata sangat dipengaruhi oleh kuantitas dan kualitas zikir manusia
kepada Allah. Kalau digambarkan dengan kurva, maka arahnya berbanding lurus. Semakin
meningkat zikir seseorang, maka akan semakin tenang hatinya dalam menjalani
kehidupan. Demikian sebaliknya. Jadi, bagi siapa saja yang merasakan kegalauan
hati, maka satu-satunya jalan adalah dengan mengevaluasi kuantitas “ingat”-nya kepada Allah.
Materi Ustaz Nas mengingatkan saya pada sebuah lembaga bernama New Economics
Foundation. Pada tahun 2006 lalu, lembaga ini memperkenalkan apa yang mereka
sebut Happy Planet Index (HPI) yaitu sebuah indeks untuk mengukur kondisi
kebahagiaan yang dialami oleh negara-negara di dunia. Menurut lembaga ini, HPI
merupakan sebuah alat ukur baru untuk mengetahui pencapaian sebuah negara dalam upaya mendukung warganya dalam mencapai kesejahteraan. Alat ukur yang digunakan ada 3 (tiga) yaitu harapan
hidup (life expectancy), kondisi yang dialami (experienced well being)
dan jejak ekologis (ecological footprint). Mungkin demikian terjemahan
bebasnya J.
Dengan alat ukur ini, maka akan diketahui mana negara yang benar-benar bisa
menciptakan kehidupan bahagia jangka panjang bagi penduduknya termasuk juga
mempertahankan kondisi yang sama untuk generasi berikutnya.
Sayangnya,
dalam laporan HPI tahun 2012 lalu, disimpulkan bahwa sebagian besar
negara-negara di planet ini masih belum menjadi tempat yang membahagiakan bagi
penduduknya. Baik negera dengan income tinggi
atau rendah, sama-sama menghadapi problematika besar dalam mencapai tujuannya.
Menariknya, lembaga ini mengeluarkan sebuah kesimpulan bahwa tidak selamanya
kebahagiaan itu harus dibayar dengan mahal terutama berupa kerusakan lingkungan.
Beberapa negara yang “happy” dapat mencapainya tanpa banyak memberikan pengaruh
buruk kepada lingkungan. Kendati HPI –sebagaimana diakui oleh NEF- luput
memasukkan beberapa variabel seperti Hak Asasi Manusia, namun kesimpulan yang
dimuat oleh HPI dianggap cukup representatif mengukur kebahagiaan sebuah
negara.
Saya
yakin , para pembaca sudah tidak sabar untuk mengetahui negara mana saja yang
masuk dalam kategori “happy” atau membahagiakan bagi penduduknya?. Jawabannya,
ada 3 (tiga) negara yaitu Costa Rica, Vietnam dan Columbia yang masuk dalam ranking 3 besar. Pembaca boleh
setuju atau tidak. Jelasnya, Indonesia harus puas di urutan ke-14 saja dari 151 negara yang diukur. Syukurlah….:).
0 Comments